BAB I
PENDAHULUAN
Islam sangat memuliakan kalangan
peniaga, orang yang mencari nafkah hidupnya dengan perdagangan atau perniagaan.
Oleh karena itu, untuk kesejahteraan mereka, islam telah menyediakan suatu
bentuk pensucian bagi mereka, yakni membersihkan harta dan jiwa dengan
berzakat.
Zakat pada hakikatnya membersihkan dari
elemen haram (karena pencampuran hak manusia lain di dalam harta tersebut) dan
pada masa yang sama menyuburkan atau membersihkan harta dan perniagaan. Zakat
juga adalah pembersih jiwa dan rohani untuk lebih dekat dengan Allah SWT.
Firman
Allah SWT : Adapun orang yang memberikan apa yang ada padanya pada jalan
kebaikan dan bertakwa, serta dia mengakui dengan yakin akan perkara yang baik,
maka sesungguhnya Kami (Allah) akan memberikannya kemudahan untuk mendapat
kesenangan (syurga). Sebaliknya orang yang bakhil dan berasa cukup dengan
kekayaan dan kemewahannya, serta dia mendustakan perkara yang baik, maka
sesungguhnya Kami (Allah) akan memudahkannya untuk mendapat kesusahan dan
kesengsaraan. (QS. Al-Lail: 5-10)
Sahabat Nabi SAW
menyatakan: “Dahulu Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada kami untuk
mengeluarkan zakat terhadap harta kekayaan yang disiapkan untuk dijual”.
(riwayat Abu Daud dan Baihaqi)
Oleh
itu, zakat perniagaan adalah zakat yang diwajibkan baginya zakat atas segala
jenis barang-barang yang diniagakan bagi yang mendapat keuntungan.
Barang-barang yang diniagakan tersebut baik yang bersumber dari hasil
pertanian, hewan ternak, emas, perak, perikanan, perkebunan dll.
Zakat perniagan dikenakan untuk
semua bentuk perniagaan baik secara inividual atau instan dengan peniaga islam
dan bukan islam, koperasi, perniagaan saham dan lain-lain. Oleh karena itu,
sangat luas ruang lingkup zakat perniagaan ini, yang perlu kita pahami bahwa
barang yang diperjualbelikan tersebut halal di sisi syariah dan diniatkan untuk
berniaga karna Allah SWT.
Misalnya,
jika seseorang meniaga emas dan perak, maka ia dikenakan zakat perniagaan dan
bukannya zakat emas dan zakat perak. Jika seseorang menternak lembu dan kambing
untuk diniagakan, maka ia dikenakan zakat perniagaan dan bukannya zakat
ternakan.
Berdasarkan
hadist di atas juga, Rasulullah SAW berpesan kepada sahabat-sahabatnya untuk
menzakatkan harta perniagaan yang disiapkan untuk dijual, maka zakat perniagaan
tidak hanya dikenakan apabila sesebuah perniagaan itu menghasilkan keuntungan.
Apabila perniagaan itu rugi, tetapi harta atau modalnya masih mencapai nisab,
maka perniagaan itu masih wajib dizakatkan.
Oleh karena itu,
apabila sebuah perniagaan sudah mencapai haul satu tahun, maka si peniaga perlu
menghitung jumlah asetnya ditambah dengan keuntungan dan dikurangi dengan
hutang-piutangnya dengan orang lain. Jika keseluruhan harta perniagaan tersebut
mencapai atau melebihi nisab, maka perlu dikeluarkan zakatnya sebanyak 2.5%.
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui definisi
dari zakat perniagaan.
b. Untuk mengetahui pengakuan
ayat al-qur’an dan hadist tentang zakat perniagaan
c.
Untuk mengetahui
bagaimana ruang lingkup zakat perniagaan dalam islam.
d.
Mengetahui bagaimana
cara menghitung zakat perniagaan, niasab dan haulnya.
Dalam
makalah ini akan dibahas berbagai masalah diantaranya :
a.
Apa definisi zakat
perniagaan?
b. Bagaimana
cara menghitung zakat perniagaan?
c.
Bagaimana ruang lingkup
mengenai zakat perniagaan?
Adapun metode penulisan
makalah ini adalah metode kualitatif
dan kuantitatif. Penulis menggunakan sumber-sumber yang terdapat di
perpustakaan, internet, blog dan buku pribadi
yang kemudian penulis bandingkan dengan teori-teori yang penulis dapatkan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Zakat Perniagaan
Secara etimologi, zakat merupakan kata
dasar (lafadz mashdar) dari kata zaka yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan
terpuji yang semua arti itu sangat populer dalam penerjemahan baik Al Quran
maupun Hadits. Sedangkan zakat secara termologi adalah sejumlah harta tertentu
yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Jumlah yang
dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu
menambah banyak, membuat lebih berarti dan melindungi kekayaan itu dari
kebinasaan. Terkadang kata “zakat” disebutkan dengan menggunakan kata lain,
seperti:
- Kata “Infaq” dalam firman Allah QS At-Taubah ayat 34:
“Hai orang-orang
yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan
rahib-rahib Nasrani benarbenar memakan harta orang dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.
- Kata “Shodaqoh” dalam firman Allah QS. At Taubah ayat 103:
“Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
- Haq
“Dan dialah yang
menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma,
tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihlebihan”.
Sedangkan perniagaan menurut istilah
fiqih adalah mentasarufkan (mengolah) harta dengan cara tukar menukar
(jual-beli) untuk memperoleh laba dan disertai dengan niat berdagang. Istilah
tijarah sebenarnya tidak hanya diidentikkan dengan istilah niaga atau
perdagangan atau jual beli saja, namun ia juga mencakup setiap transaksi (akad)
yang menggunakan system pertukaran dengan maksud mencari keuntungan dengan
disertai niat.
Harta yang
menjadi sarana tijarah ini disebut dengan harta tijarah atau harta perniagaan.
Harta tijarah atau harta perniagaan adalah harta yang dimiliki dengan akad
tukar menukar dengan tujuan untuk memperoleh laba dan harta yang dimilikinya
itu harus merupakan hasil usaha sendiri. Dengan demikian termasuk kategori
tijarah adalah jual beli (barang atau jasa), sewa menyewa, akad bagi hasil,
perseroan atau syirkah dan setiap transaksi yang didalamnya terdapat tukar
menukar.
2.2 Dasar Hukum Zakat Perniagaan
Hukum
melaksanakan zakat perniagaan ini adalah wajib menurut imam empat madzhab.
Sedangkan menurut Imamiah adalah sunnah. Adapun dasar hukum zakat perniagaan
ini adalah terdapat dalam beberapa firman Allah SWT sebagai berikut:
QS. At Taubah ayat 103:“Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
QS. Al-Baqarah ayat 267:“Hai orang-orang
yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih
yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata (enggan) terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji“.
QS. Adz-Dzariyaat ayat 19:“Dan pada
harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak meminta”.
Hukum wajib dalam
melaksanakan zakat perniagaan ini tidak sampai pada maqom atau tingkatan
mengkafirkan seseorang apabila ditinggalkan, karena hukum mengeluarkan zakat
perniagaan ini masih terdapat khilaf fi wujubihi atau perselisihan pendapat
diantara ulama dalam mewajibkan zakat perniagaan ini. Bahkan terdapat
segolongan ulama yang sama sekali tidak mewajibkannya.
Setiap transaksi yang menggunakan sistem
pertukaran dan diniatkan untuk berdagang dan telah memenuhi syarat-syarat zakat
perniagaan wajib dikeluarkan zakat tijarahnya. Sedangkan untuk transaksi yang
tidak menggunakan sistem pertukaran atau tidak pula disertai niat untuk
berdagang maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Seperti harta warisan, hibah
dan lain sebagainya.
Ø
Syarat-Syarat wajib
Zakat
-
Muslim: Hanya bagian kepemilikan
orang Islam saja yang wajib dizakatkan.
-
Harta Halal: Harta yang
halal saja yang diwajibkan Zakat.
-
Cukup Haul: Haul dikira
daripada awal perniagaan sehingga satu tahun mengikut kalendar Hijrah (355
hari).
-
Cukup Nisab: Nisab
harta perniagaan dan dinilaikan berdasarkan harga pasaran 85 gram emas atau 595
gram perak.
-
Milik Sempurna (al-Milk
at-Tam): Zakat diwajibkan terhadap harta perniagaan yang mempunyai status milik
sempurna dari segi pemilikan fizikal (hiyazah) dan berkuasa mengurus tadbir (tasaruff)
harta tersebut.
-
Harta Produktif
(an-Nama’): Harta yang diwajibkan Zakat mestilah yang boleh berkembang atau
berpotensi untuk berkembang.
-
Niat Perniagaan (urud
at-tijarah): Niat perniagaan mesti dilakukan apabila harta tersebut bertujuan
diperniagakan untuk memperolehi keuntungan
Ø
Bagaimana pedagang
mengeluarkan zakatnya?
- Seorang pedagang muslim menentukan waktu tahunan untuk membayar zakat. Pada saat itu ia menghitung modal yang dipersiapkan untuk dagang, yaitu barang-barang yang dipersiapkan untuk jualan, dengan harga jual itu waktu mengeluarkan zakat, ditambah dengan uang cash yang ada, uang yang masih ada di tangan orang lain. Kemudian dikurangi hutang yang menjadi kewajibannya, lalu dari yang tersisa itu dikeluarkan 2,5%.
- Perlu ditegaskan di sini, bahwa bangunan, perabotan yang tidak disiapkan untuk jualan tidak dimasukkan dalam perhitungan aset yang dikeluarkan zakatnya. Sedangkan bungkus yang dijual beserta isinya, maka dikategorikan sebagai dagangan dan dihitung nilainya.
- Pedagang itu mengeluarkan dagangannya berupa uang. Demikian pendapat Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad. Sedangkan madzhab Hanafi memperbolehkan pengeluaran zakatnya berupa barang dagangan yang ada, namun yang utama menurutnya jika dikeluarkan dalam bentuk uang, karena dianggap lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
2.3 Nishab dan Kadar Zakat Perniagaan
Aset perniagaan
sebagaimana yang disebut oleh para ulama fiqh adalah aset yang dipersiapkan
untuk jual beli, mencari keuntungan seperti peralatan, perabotan, pakaian,
makanan, perhiasan, permata, hewan, tanaman, bangunan, dan sebagainya.
Dalil yang mewajibkannya Zakat
perniagaan hukumnya wajib berdasarkan dalil-dalil berikut :
Firman Allah swt., “Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik.” (Al-Baqarah: 267). Arti “kasb” di sini adalah perdagangan seperti
yang diungkapkan oleh banyak ahli tafsir, di antaranya Al-Hasan, Mujahid, Ath
Thabariy, dan Ar Razi. Demikian juga ayat-ayat yang mewajibkan zakat harta
kekayaan secara umum, termasuk di dalamnya harta perniagaan. Tidak ada satupun
dalil yang mengecualikannya.
Dari Samurah bin Jundub berkata,
“Rasulullah saw. menyuruh kita untuk mengeluarkan zakat dari segala sesuatu
yang kami persiapkan untuk dijual.” (Abu Daud, Ad Daruquthniy, Ibnu Abdil Barr)
Umar bin Khaththab r.a. mengambil zakat
dari harta perniagaan, dan tidak seorangpun sahabat yang menolaknya. Pendapat
seperti ini diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Umar bin Abdul Aziz.
Para ulama tabi’in juga telah bersepakat dalam hal ini. Ibnul Mundzir dan Abu
Ubaid menyatakan telah terjadi ijma’ dalam hal ini. Kewajiban zakat perniagaan
juga menjadi pendapat empat masdzhab, dan tidak ada yang berbeda pendapat
kecuali ulama Zhahiriyah, dan Syiah Imamiyah yang menyatakan bahwa zakat
perniagaan hukumnya sunnah.
“Rasulullah SAW memerintahkan kami agar
mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang.” ( HR. Abu
Dawud )
Ketentuan
zakat perdagangan:
1. Berjalan
1 tahun ( haul ), Pendapat Abu Hanifah lebih kuat dan realistis yaitu dengan
menggabungkan semua harta perdagangan pada awal dan akhir dalam satu tahun
kemudian dikeluarkan zakatnya.
2. Nisab
zakat perdagangan sama dengan nisab emas yaitu senilai 85 gram emas atau perak
595 gram.
3. Kadarnya
zakat sebesar 2,5 %
4. Dapat
dibayar dengan uang atau barang
5. Dikenakan
pada perdagangan maupun perseroan.
RUMUS :
Perhitungan :(Modal diputar +
Keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) - (hutang + kerugian) x 2,5 %
Contoh :
Harta perniagaan, baik yang bergerak di
bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara
individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya
adalah 20 dinar (setara dengan 85 gram emas murni). Artinya jika suatu badan
usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung)
lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (asumsi jika per-gram Rp 500.000,-
= Rp 42.500.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %
Pada badan usaha yang berbentuk syirkah
(kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama Islam, zakat dikeluarkan
lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika
anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan
dari anggota syirkah muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nishab)
Cara Menghitung Zakat :
Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak
akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini :
1.
Kekayaan dalam bentuk
barang
2.
Uang tunai
3.
Piutang
Maka yang dimaksud dengan harta
perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan
pajak.
Contoh sebuah clothing baju pada
tutup buku per Januari tahun 2010 dengan keadaan sbb :
Baju, celana aksesoris yang belum
terjual : Rp 25.000.000
Uang tunai : Rp 35.000.000

Jumlah :
Rp 70.000.000
Utang & Pajak :
(Rp 10.000.000)
Saldo :
Rp 60.000.000
Besar zakat = 2,5 % x Rp 60.000.000,-
= Rp 1.500.000,-
Pada harta perniagaan, modal investasi
yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak
termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap
(tidak berkembang)
Untuk usaha yang bergerak dibidang jasa,
seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal
laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara
2 (dua) cara:
1. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku),
seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil
jasa, seperti taksi, kapal, hotel, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.
2. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku),
hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu
tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan
zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil
pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.
Kasus Saham dan Obligasi
Pada hakekatnya baik saham maupun
obligasi (juga sertifikat Bank) merupakan suatu bentuk penyimpanan harta yang
potensial berkembang. Oleh karenannya masuk ke dalam kategori harta yang wajib
dizakati, apabila telah mencapai nishabnya. Zakatnya sebesar 2.5% dari nilai
kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham atau obligasi
tersebut, dan zakat itu dibayarkan setiap tahun.
Contoh: Nyonya Salamah memiliki 500.000
lembar saham PT. ABDI ILAHI, harga nominal Rp.5.000/Lembar. Pada akhir tahun
buku tiap lembar mendapat deviden Rp.300,- Total jumlah harta(saham) = 500.000
x Rp.5.300,- = Rp.2.650.000.000,-
Zakat = 2.5% x Rp. 2.650.000.000,- = Rp.
66.750.000
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aset perniagaan
(التجارة عروض) sebagaimana yang
disebut oleh para ulama fiqh adalah aset yang dipersiapkan untuk jual beli,
mencari keuntungan seperti peralatan, perabotan, pakaian, makanan, perhiasan,
permata, hewan, tanaman, bangunan, dan sebagainya.
Terdapat dua
unsur perdagangan secara bersamaan, yaitu jual beli dan niat berdagang. Jika
ada salah satu unsurnya tidak ada, maka tidak disebut perdagangan, sehingga
tidak wajib zakat. Seperti jika seseorang membeli sesuatu untuk konsumsi
pribadi, atau ia berniat untuk berdagang tetapi belum membeli barang, atau
menjualnya, maka belum disebut pedagang.
Jika telah
mencapai satu nishab, artinya nilai harta perniagaan itu telah mencapai nishab
uang pada akhir tahun menurut Imam Malik dan Asy Syafi’i yaitu setara dengan 85
gram emas tau 595 gram perak. Maka dia wajib mengeluarkan zakat dari
harta/asetnya tersebut. Dan adapun qadar zakat yang wajib dikeluarkan olehnya
adalah sebesar 2.5%.
3.2 Saran
Penyusun makalah
ini manusia biasa banyak kelemahan dan kekhilafan. Maka dari itu penyusun
menyarankan pada pembaca yang untuk mendalami masalah zakat, setelah membaca
makalah ini untuk membaca sumber lain yang lebih lengkap karena makalah ini
hanya sebagai pemandu anda untuk bisa mengetahui zakat dari segi perniagaan
saja. Dan marilah kita realisasikan zakat dalam kehidupan sehari-hari yang
merupakan kewajiban umat muslim dengan penuh rasa ikhlas.
Daftar Pustaka
Ubu Zahrah, Muhammad. 2008. Ushul
Fiqh. Jakarta. Pustaka Firdaus.
Qardawi, Yusuf. 1997. Hukum Zakat.
Jakarta. Litera Antar Nusa.
0 comments:
Post a Comment