Terima kasih

Terima kasih sudah berkunjung di blog saya ;)

Thursday, June 20, 2013

Analisis Korelasi Tingkat Investasi dan Tingkat Bunga Bank Indonesia (BIR)


Analisis Korelasi Tingkat Investasi dan Tingkat Bunga Bank Indonesia (BIR)
(Study Kasus Saham PT. Unilever.Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

Sadam Husein
Abstract
            Dalam kasus ini, akan membahas hubungan atau korelasi antar tingkat investasi saham yang dilakukan suatu perusahaan terhadap tingkat bunga yang dikeluarkan oleh bank Indonesia (BIR). Metode variabel dalam penelitian ini menggunakan metode Vector Autoregression (VAR). Adapun variabel-variabel yang akan dibahas dalam kaus ini adalah investment, BI Rate (BIR), analysis vector autoregression, Impulse Response function. Penelitian ini akan menggunakan data Stock Price pada perusahaan dan tingkat bunga bank Indonesia dengan data selama  4 tahun, mulai dari 1 juli 2009- 31 desember 2012.
Dari variabel-variabel di atas diharapkan korelasi antar tingkat investasi dan tingkat bunga signifikan dan mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Dengan naiknya tingkat bunga maka harga saham juga akan naik dan akan meningkatkan kualitas perusahaan dalam melakukan investasi saham.

1.      PENDAHULUAN
Pasar modal mempunyai peranan penting bagi perekonomian suatu negara. Pemerintah dalam hal ini berupaya dalam meningkatkan peran pasar modal karena peranannya dalam pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan sarana investasi bagi masyarakat. Kegiatan investasi di pasar modal dimana investasi sebagai penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan dan meningkatkan kemakmuran di masa-masa yang akan datang.
Menurut UUD No 8 tahun 1995 mengenai pasar modal pasal 1 ayat 13, dijelaskan bahwa pasar modal adalah sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan efek perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan oleh lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Tidak hanya perusahaan saja yang dapat menanamkan investasi di pasar modal, namun masyarakatpun dapat melakukannya. Kelebihan dana yang mereka miliki digunakan untuk berinvestasi dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan.
Tingkat investasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan diharapkan akan menimbulkan korelasi timbal balik yang positif terhadap tingkat bunga yang akan dikeluarkan oleh bank indonesia (BIR). Dengan  naiknya tingkat bunga akan mempengaruhi tingkat harga juga sehingga expectation of return juga akan semangkin tinggi, sehingga para investor akan lebih tertarik untuk berinvestasi karena tingkat keuntungan yang diterima lebih tinggi.
Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin dari 6,75 persen menjadi 6,5 persen. Ketika ada kepastian penurunan BI Rate menjadi 6,5 persen, pasar seolah-olah seperti mendapat suntikan energi baru dan sekonyong-konyong situasi perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi semarak.
Investor, baik asing maupun domestik, antusias memasuki pasar. Aksi beli terjadi hampir di semua saham unggulan. Pada Selasa 11 Oktober, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI ditutup naik 80,669 poin (2,34 persen) ke posisi 3.531,753.
Tak pelak, nilai transaksi pun ikut melonjak hingga nyaris mencapai Rp6 triliun, persisnya Rp5.969 triliun. Bagaimana menjelaskan benang merah yang menghubungkan BI Rate dengan gerakan IHSG di pasar. Di atas kertas, pergerakan indeks saham (tentu juga harga saham) memang berbanding terbalik dengan nilai tingkat suku bunga bank. Jika bunga bank naik, maka indeks saham turun. Sebaliknya, jika suku bunga turun maka indeks saham naik.
Meskipun faktanya teori itu tidak selalu berjalan linier, namun begitulah teorinya. Penjelasannya begini. Perlu diketahui bahwa BI Rate adalah bunga acuan bagi perbankan. Nah, jika BI Rate turun, maka sudah semestinya biaya kredit (cost of fund) yang disalurkan perbankan ke perusahaan juga menjadi turun. Perusahaan akan lebih mudah mendapatkan kredit komersial dengan biaya yang lebih rendah. Dengan turunnya cost of fund, maka dengan sendirinya perusahaan bisa mencetak laba bersih (nett profit) yang lebih tinggi.
Begitu pun jika BI Rate naik, maka suku bunga kredit perbankan juga akan naik. Dari sisi perusahaan yang memperoleh kredit, hal itu berarti peningkatan beban biaya, sehingga konsekuensi selanjutnya akan menurunkan nilai laba bersih perseroan. Oleh karena itu, ketika bunga bank tinggi, investasi di saham menurun dan dialihkan ke deposito.
Secara teoritis, suku bunga jangka pendek cenderung untuk bergerak searah dengan suku bunga jangka panjang. Dengan demikian, diharapkan dari yield dari aset jangka panjang seperti obligasi yang bergerak searah dengan pergerakan suku bunga (BIR), akan bergerak naik ketika suku bunga jangka pendek meningkat. Kenaikan yield ini akan mengakibatkan obligasi akan menjadi lebih menarik sehingga ada perpindahan investasi dari saham ke obligasi karena diharapkan memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Penurunan BI Rate akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit sehingga permintaan pada kredit dari perusahaan akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan perusahaan. Ini semua akan meningkatkan aktivitas konsumsi dan investasi sehingga aktivitas perekonomian semangkin meningkat.
Perubahan BI Rate juga bisa mempengaruhi nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga Indonesia dan suku bunga luar negeri, dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih besar.
Kenaikan suku bunga akan mengakibatkan penurunan harga asset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti investasi dan konsumsi. Secara sektoral perubahan BI Rate sangat erat terkait dengan fluktuasi harga saham sektor keuangan yaitu saham perbankan, perusahaan asuransi, perusahaan sekuritas, perusahaan pembiayaan dan perusahaan keuangan lainnya. Hal ini mengingat, kegiatan dari perusahaan dari sector keuangan sangat ditentukan dan terkait langsung dengan perkembangan suku bunga.
Jadi jika terjadi penurun suku bunga BI Rate, maka akan terjadi juga penurunan bunga tabungan dan deposito, sehingga investor akan mencari keuntungan dengan memindahkan dana dari tabungan dan deposito ke saham sehingga mengerek harga saham yang diperdagangkan.
  1. TINJAUAN PUSTAKA
Analisa kointegrasi antara saham syariah dan tingkat bunga (Imam Bintoro, 2010), Pengaruh tingkat bunga dan perubahan indeks harga pasar saham (Foo Zoe Thang, 2009), Dampak BI rate terhadap pasar keuangan : mengukur signifikan respon instrumen pasar keuangan terhadap kebijakan moneter (Nugroho Joko Prastowo, 2007).
Penelitian mengenai kointegrasi tentang pengaruh tingkat bunga terhadap indeks harga saham sebelumnya pernah dibahas oleh joko prastowo (2007) . Dalam teori keuangan dikatakan bahwa harga saham mempunyai hubungan terbalik dengan suku bunga. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya investor akan mencari alternatif investasi yang paling menguntungkan sehingga apabila suku bunga tinggi maka investor akan cenderung menginvestasikan dananya ke bank dibandingkan pasar modal karena akan memberikan alternatif investasi yang lebih menarik, demikian pula sebaliknya. Perilaku investor yang demikian tentu saja akan menyebabkan harga saham akan menurun seiring dengan kenaikan tingkat bunga.
  1. DATA dan METODE PENELITIAN
Data
Penelitian ini memakai data Saham PT. Unilever.Tbk selama 3 tahun dari 2011-2013 dan tingkat suku bunga bank Indonesia (BIR). Data saham yang diambil adalah closing data of stock price. Data tersebut akan diteliti bagaimana korelasi antar BI rate dan saham PT. Unilever tersebut dan bagaimana pengaruh BI rate tersebut terhadap tingkat harga saham perusahaan tersebut.
Metodologi
Untuk mengidentifikasikan adanya kointegrasi dan hubungan jangka panjang antara saham dan suku bunga (BIR) maka penelitian ini menggunakan metode Vector Autoregression (VAR) dengan analisa kointegrasi. Analisa kointegrasi ini terdiri dari beberapa langkah utama, antara lain:
Melakukan uji unit roots untuk mengetahui stationeritas dari masing-masing variabel  data yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini digunakan Augmented Dickey- Fuller (ADF) and the Phillip-Perron (PP) unit root tests. Setelah masing-masing variabel telah terbukti stationer maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi.
            ……………………………………….. (1)
Dimana X adalah n x 1 vektor dari variabel non-stationer yang terintegrasi pada tingkat yang sama, μ adalah n x 1 vektor dari intersep,   adalah n x n matrik dari koefisien, dan et adalah n x 1 adalah vektor dari error term yang diasumsikan white noise. Persamaam (1) di atas dapat dituliskan dengan cara lain, seperti:
…………………………….. (2)
Hubungan jangka panjang antara variabel-variabel akan diuji berdasarkan tingkatan dari koefisien matrik n x n dari berbagai tingkat lag variabel, . Jika tingkatan () = 0 maka disimpulkan bahwa variabel adalah tidak stationer dan tidak terkointegrasi. Akan tetapi, jika tingkat rangking tertentu () = r dan r < n, maka variabel-variabel tersebut adalah stationer pada lag tersebut (Mansor, 2005).
Hubungan jangka panjang antara variabel-variabel akan diuji berdasarkan tingkatan dari koefisien matrik n x n dari berbagai tingkat lag variabel, . Jika tingkatan () = 0 maka disimpulkan bahwa variabel adalah tidak stationer dan tidak terkointegrasi. Akan tetapi, jika tingkat rangking tertentu () = r dan r < n, maka variabel-variabel tersebut adalah stationer pada lag tersebut (Mansor, 2005).
Untuk menentukan berapa jumlah vektor yang berkointegrasi, maka  JJ menggunakan dua pengujian yang diberi nama Trace Statistic (TS) dan Maximal Eigenvalue (ME). Dengan membandingkan antara nilai TS dan ME dengan nilai t-statistik (pada 1%, 5% dan 10%)  kita dapat menentukan apakah akan menerima atau menolak hipotesis nol (tidak terkointegrasi, r = 0). Jika nilai TS dan ME lebih besar t-statistik, maka kita tolak hipotesis nol dan dapat disimpulkan bahwa terdapat suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel dalam vektor tersebut.
Empirical Framework
Ketika krisis Indonesia terjadi 1998, inflasi terlalu tinggi, BI akan mengerek naik BI rate. Di atas kertas, kenaikan BI rate akan diikuti dengan kenaikan bunga kredit bank. Imbasnya, kegiatan produksi akan berkurang karena tingkat permintaan terhadap barang akan merosot. Untuk mengimbangi penurunan permintaan, produsen akan memangkas harga barang. Mekanisme yang sebaliknya akan terjadi ketika inflasi terlalu rendah dan bunga diturunkan.
Pada saat inflasi tinggi dan tren bunga naik, investor yang rasional akan memilih produk deposito yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi dibandingkan instrumen lainnya, seperti saham dan obligasi. Akibatnya, harga saham dan obligasi, termasuk reksadana, akan menukik.
Pendekatan Vector Autoregression (VAR)
Pendekatan VAR sangat lazim digunakan untuk menganalisis pengaruh dam korelasi antar tingkat suku bunga dari bank Indonesia (BIR) terhadap tingkat investasi. Metode VAR dipopulerkan oleh Sims (1980) dalam artikelnya yang banyak dirujuk oleh peneliti lainnya untuk menganalisa hubungan dan dampak kebijakan moneter. Metode VAR cukup sederhana namun mampu mengatasi permasalahan edogeneity karna memperlakukan seluruh variable yang digunakan dalam persamaan sebagai variable endogen, sehingga tidak perlu mengidentifikasikan arah hubungan antar variable. Hubungan antar variable dalam VAR ditentukan secara endogen oleh data itu sendiri (let the data speak for themself) sehingga disebut hubungan atheory.
Pendekatan ini berasumsi bahwa suatu variable mrupakan fungsi dari lag variable itu sendiri dan lag variable lainnya yang digunakan, sehingga pendekatan VAR meregres masing-masing variable dengan lag dari seluruh variable yang digunakan (n) sebagai berikut :
yt= c + A1 yt-1 + A2 yt-2 +...+Ap yt-p +et.................
dimana, y :endogenous variable dengan matriks n x1
                          c :konstanta dengan matriks n x 1
                          Ai :koefisien dengan matrik n x n, umtuk i= 1, 2, 3...p
                          et :error term dengan matriks n x 1
penenlitian ini difokuskan untuk meneliti hubungan dua arah anatar tingkat suku bunga dari bank Indonesia dan harga tutup saham (closing of stock price).
  1. HASIL PENELITIAN
Variabel
ADF Value
PP Value
Level
1 Different
Level
1 Different
LNBIR
-4.942935 ***
-27.89754 ***
-1.910267
-4.726214 **
LNSTOCK
-1.277413
-3.590712 ***
-1.277413
-3.590712 **
Uji Unit Root Test
Note: *, **, *** donate sicnificane at 1%, 5%, 10% resfectively. BI rate Refers to Stock Price
Sebagai prasyarat untuk melakukan uji kointegrasi maka langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan uji akar-akar rumput (unit root). Uji akar-akar rumput ini bertujuan untuk mengetahui pada level mana variable-variabel penelitian akan stationer, sebagai contoh variable penelitian stationer pada level data (disimbolkan I(0)), atau stationer pada level yang lebih tinggi (misalnya pada level 1 (I(1), level 2 (I(2)) dan seterusnya).
Pada penelitian ini digunakan 2 metode pengujian unit roots yaitu Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Philips Perrons (PP). Hasil pengujian secara lengkap disajikan pada table 2 dan 3. Kolom 1 dan 2 menunjukkan hasil pengujian unit root pada level data, sedangkan kolom 3 dan 4 menunjukkan hasil pada perbedaan pertama (first differences) pada setiap metode pengujian.
Dari table di atas dapat disimpulkan bahwa baik dari hasil pengujian ADF stasioner pada level 1% untuk variable LNBIR akan tetapi untuk Variabel LNSTOCK tidak stasioner dan PP menujukkan bahwa kedua variable (BIR dan STOCK) tidak stationer atau tidak dapat menolak hipotesis nol bahkan pada taraf signifikansi 10%. Hasil pengujian pada level data ini selanjutnya harus dilakukan pengujian ulang pada level yang lebih tinggi untuk dapat digunakan pada pengujian kointegrasi.
Pada pengujian unit root pada perbedaan pertama (first differences) diketahui bahwa kedua variable IDF (BIR dan STOCK) stationer pada derajat 1% atau disimbolkan I(1) dan variable PP (BIR dan STOCK) stasioner pada derajat 5%. Karena kedua variable yang digunakan pada penelitian stationer pada derajat I  maka pada tahap berikutnya kita dapat melanjutkan pada pengujian kointegrasi antara kedua variable untuk mengetahui apakah kedua variable yang diteliti mempunyai kecenderungan hubungan jangka panjang atau tidak.





Cointegration Test

Null Hipotheses
Trace
Critical Value (5%)
Max Eigenvalue
Critical Value (5%)
r=0

19.47649

15.49471

11.77690

14.26460
r≥1
7.699589


3.841466

7.699589

3.841466


Setelah mengetahui bahwa kedua serial variable yang digunakan dalam penelitian adalah stationer pada derajat 1, maka pada analisa berikutnya kita dapat melakukan uji kointegrasi untuk mengetahui apakah terdapat hubungan jangka panjang antara kedua variable yang diteliti.
Pada penelitian ini digunakan model pengujian kointegrasi bivariat berbasis pada 2 model utama yaitu Johansen (1988) and Johansen and Juselius (1990) atau JJ maximum likelihood.
Pada model JJ maximum likelihood ini untuk mengetahui apakah antara variabel-variabel yang diteliti mempunyai hubungan jangka panjang atau tidak maka dilakukan perbandingan antara trace statistic (TS) dengan maximal eigenvalue (ME) pada suatu nilai kritis tertentu. Jika TS and ME melebihi nilai t-statistik, berarti kita menolak hipotesis nol. Penolakan hipotesis nol yang menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antara variable-variabel yang diteliti.
Dari tabel di atas stace statistik lebih besar dari nilai kritisnya jadi hipotesis tersebut mempunyai hubungan jangka panjang antara variabel yang diteliti (BIR dan Stock Price). Pada max eigenvalue terdapat satu  nilai yang lebih kecil dari nilai kritiknya jadi hal tersebut membuktikan bahwa hipotesis tersebut ditolak atau menunjukkan adanya hubungan jangka pendek antar variabel tersebut.
Jadi dari hasil di atas menunjukkan bahwa adanya hubungan jangka panjang antar tingkat bunga bank indonesia (BIR) dengan tingkat investasi saham pada PT.Unilever.Tbk




Impulse Response Function (IRF)
Impulse Response Function merupakan merupakan aplikasi vector moving avarege yang bertujuan untuk melihat jejak respon saat ini dan ke depan suatu variable terhadap guncangan (shock) dari variable-variabel tertentu.
Dari data di atas kita dapat lihat guncangan (shock) yang terjadi pada grafik. Guncangan yang setiap periode meningkat, jadi pada kasus BI rate tersebut mempunyai pengaruh terhadap tingkat investasi saham. Kita dapat melihat adanya kenaikan pada setiap periode. Pada periode 1 sampai period eke 10, tingkat harga saham terus naik akibat tingkat bunga yang dikeluarkan oleh bank Indonesia dan untuk 5 periode selanjutnya harga saham tersebut mulai menurun akibat tingkat bunga yang dikeluarkan bank Indonesia.
Jadi korelasi antar tingkat investasi dan tingkat bunga bank Indonesia mempunyai timbal balik yang positif. Dengan naiknya tingkat bunga maka harga saham suatu perusahaan juga akan mengalami kenaikan.
FEVD (Forecast Error variance Decomposition)


 



Dengan metode FEVD di atas kita dapat memprediksi kontribusi setiap variable terhadap guncangan atau perubahan variable tersebut. Dari gafik di atas kita bias amati bagaimana perubahan yang terjadi antar dua variable yaitu BI rate dan Stock Price. Pada harga saham terjadi kenaikan setiap periodenya yang dikarenakan dipengaruhi oleh tingkat bunga bank Indonesia (BIR).

  1. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini, menghasilkan uji kointegrasi yang signifikan sehingga korelasi antar BI Rate dan tingkat investasi dari harga saham perusahaan unilever mempunyai timbal balik yang positif. Dengan adanya pergerakan tingkat bunga kan mengakibatkan perubahan pada harga asset juga.
Secara sektoral perubahan BI Rate sangat erat terkait dengan fluktuasi harga saham sektor keuangan yaitu saham perbankan, perusahaan asuransi, perusahaan sekuritas, perusahaan pembiayaan dan perusahaan keuangan lainnya. Hal ini mengingat, kegiatan dari perusahaan dari sector keuangan sangat ditentukan dan terkait langsung dengan perkembangan suku bunga.


Daftar Pustaka
Henry, David, F. & Juselius, K., (2000), Explaning cointegration analysis: part II, The
Energy Journal, 22(1).
Hakim, Sam & Rashidian, Manochehr, (2002), Risk & return of Islamic stock market
indexes, http:www.erf.org.eg/ 9th%  20annual %  20conf /  9th%  20 conference _ main.asp.



Share:

0 comments:

PEMBACA YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN PESAN ;)

Tes iklan

Category

Contact Form

Name

Email *

Message *

Followers

SUBSCRIBE Yaa

Blue Generation (IKRH 619)

Blue Generation (IKRH 619)

Batman Begins - Diagonal Resize 2

About Me