HISAB AL MIROS
By: Adam Ariga
Daftar Isi
i
Mukaddimah
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِيْ قَدَّرَ لِكُلِّ وَرَثَةٍ نَصِيْبًا مَعْلُوْمًا بِعِلْمِهِ
الْوَاسِع، وَجَعَلَ أَحْكَامَ التَّرِكَةِ مِنْ أَهَمِّ الشَّرَائِع، أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ
Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kehadirat
Allah ‘Azza wa Jalla yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam. Salawat
teriring salam juga tidak lupa disampaikan kepada nabi junjungan kita,
Rasulullah SAW yang membawa risalah kepada kita untuk kebahagian di dunia dan
di akhirat.
عن أبى هريرة رضى الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ الله t:
) تَعَلَّمُوا الفَرَائِضَ
وَ عَلِّمُوهَا فَإِنَّهَا نِصْفُ العِلْمِ وَ هًوَ يُنْسَى وَهُوَ أَوَّلَُ
شَىْءٍ يًُنْزَعَ مِنْ أًمَّتِى(
(رواه ابن ماجه و الدارقطنى)
Dari
Abi Hurairah r.a berkata: Rasulullah SAW telah bersabda:
Pelajarilah Ilmu Al-Farâidh (Al-Mawârîts) kemudian ajarkanlah ilmu
tersebut, sesungguhnya ia adalah setengah dari ilmu, dan ia akan dilupakan
serta ilmu ini adalah yang pertama sekali akan dicabut dari ummat-ku
(HR. Ibnu Majah dan Ad-Darul
Quthniy)
Ilmu Al-Faraid (Al-Mawarits)
merupakan ilmu yang sangat diperlukan oleh umat Muslim ketika seseorang
ditinggalkan oleh salah satu keluarganya. Setelah terjadi adanya pihak yang
meninggal maka berlakulah hukum mawarits tersebut yaitu memberikan harta
warisan kepada ahli waris si mayit yang dapat dilakukan dapat dilakukan dengan
dua cara, yakni fardh ‘bagian tetap’ dan ta’shib ‘bagian lunak
atau sisa’. Mewariskan secara fardh didahulukan daripada mewariskan
secara ta’shib, berdasarkan sabda Nabi saw, ”Berikanlah harta waris
kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu, sisanya untuk orang laki-laki yang
utama”.
Dengan adanya ilmu mawarits maka
setiap ahli waris akan mengetahui hitungan dan bagian mereka masing-masing.
Semua hitungan dan bagian mereka telah ditentukan oleh syar’I untuk ahli waris
tertentu dengan takaran yang adil bagi setiap ahli warisnya. Bagian tersebut
tidak lebih, kecuali dengan jalan radd dan tidak kurang, kecuali dengan
jalan ‘aul. Maksud dari “bagian yang telah ditentukan” adalah
meniadakan bagian dengan jalan ta’shib, karena ketidakjelasan bagiannya.
Kalimat “secara syar’i” berarti menurut tinjauan syariat islam.
Allah swt. juga telah menetapkan
ahli waris yang berhak menerima bagian tetap setengah, sepertiga, seperempat,
seperenam, seperdelapan, dan dua per tiga. Dalam kondisi tertentu, seseorang
atau beberapa orang ahli waris biasa terhalang untuk mendapatkan warisan, atau
haknya atas harta waris berkurang.
ii
HISAB AL-MIRATS
I. Kaidah
Hitung Pewarisan dalam Islam
I.1 Al-Furudh Al-Muqaddarah
Hisab adalah cara untuk dapat menetapkan bilangan yang
tidak pecah yang paling kecil yang keluar saham-saham yang telah ditetapkan dan
men-ta’shib-kan masalah.
Dalam
penghitungan hak waris setiap ahli waris, maka kita juga harus mengetahui
bagian-bagian yang telah ditentukan bagi setiap ahli waris atau disebut juga Furudhul Muqaddarah, bagian-bagian
tersebut telah ditentukan secara syar’i bagi ahli waris tertentu. Bagian
tersebut tidak lebih, kecuali dengan jalan radd[1]
dan tidak kurang, kecuali dengan jalan ’aul[2].
Di
dalam al-Qur’an, kata furudh muqaddarah (yaitu pembagian ahli waris secara
fardh yang telah ditentukan jumlahnya) merujuk pada 6 jenis pembagian, yaitu
separuh (1/2), sepertiga (1/3), seperempat (1/4), seperenam (1/6), seperdelapan
(1/8), dua pertiga (2/3).
Dalil setengah (1/2)
adalah firman Allah swt., ”Jika anak adam
itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta.” (an-Nisaa’ :11); ”bagimu (suami-suami)
satu perdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu.” (an-Nisaa’: 12); dan ayat, ”jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya.” (an-Nisaa’: 176)
Dalil
sepertiga (1/3), adalah firman Allah swt., ”jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh bapak ibunya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga.” (an-Nisaa’: 11) dan ayat, ”Tetapi,
jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu.” (an-Nisaa’: 12)
Dalil seperempat (1/4),
adalah firman Allah swt.,”jika
istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya.” (an-Nisaa’: 12)
dan ayat,”para istri memperoleh
seperempat harta dari yang kamu tinggalkan...” (an-Nisaa’: 12)
Dalil seperenam (1/6),
adalah firman Allah swt.,”untuk dua orang
ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak.” (an-Nisaa’:
11); ”jika yang mennggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.” (an-Nisaa’: 11); dan ayat,”jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seoarang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara
perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu
seperenam harta.” (an-Nisaa’: 12)
Dalil seperdelapan (1/8),
adalah firman Allah swt.,”jika kamu
mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan.” (an-Nisaa’: 12)
Dalil dua pertiga (2/3),
adalah firman Allah swt.,”jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan.” (an-Nisaa’: 11);
dan ayat,”tapi, jika saudara perempuan
itu dua orang, maka bagi keduannya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan
oleh yang meninggal.” (an-Nisaa’:
176)
Dalam
mengurutkan atau menghitung furudh
muqaddarah, para ulama mempunyai dua metode, yaitu tadalliy’ ’menurun’ dan taraqqiy
’menaik’. Adapun yang dimaksud dengan tadalliy’ adalah menyebutkan fardh paling atas terlebih dahulu, lalu
turun ke fardh yang lebih rendah.
Misalnya, kita menyebutkan furudhul muqaddarah di dalam al-Quran, yaitu dua
pertiga, seperdua, seperdua dari dua
pertiga dan separuh, kemudian dari setengahnya dua pertiga dan separuh, dan
seterusnya, atau kita menyebutnya dua pertiga, setengah dari dua per tiga, dan
seperempat dari dua per tiga, kemudian seperdua, setengahnya seperdua, dan
seperempatnya.
Sedangkan
yang dimaksud dengan metode taraqqiy adalah menyebutkan fardh yang lebih rendah
terlebih dahulu, lalu terus ke atas. Misalnya, kita menyebutkan furudhul
muqaddarah, yaitu seperdelapan, seperenam, dua kali lipat seperdelapan dan
seperenam, dan dua kali lipatnya dari dua kali lipat seperdelapan, dan
seperenam, atau kita bisa katakan seperdelapan, dua kali lipat seperdelapan,
seperenam, dua kali lipat seperenam, dan dua kali lipatnya dari dua kali lipat
seperenam.
Dari
kedua metode di atas (tadalliy’ dan taraqqy) terdapat metode ketiga yang lebih
ringkas dari kedua metode di atas, yaitu metode tawassuth ’menengah’, yaitu dengan menyebutkan bagian fardh yang
tengah lebih dahulu, lalu menaik dan menurun. Misalnya, kita menyebutkan furudhul muqaddarah, yaitu seperempat,
sepertiga, dua kali lipat dari seperempat dan sepertiga serta seperdua dari
seperempat dan sepertiga atau kita bisa katakan seperempat, dua kali lipat dari
seperempat dan setengah dari seperempat, serta sepertiga, dua kali lipat dari
sepertiga dan setengah dari sepertiga.
I.2 Asal Masalah
Asal masalah merupakan
suatu cara untuk menemukan porsi bagian masing-masing ahli waris dengan cara
menyamakan nilai ”penyebut[3]”
dari semua bagian para ahli waris. Acuan yang dapat digunakan untuk menentukan
asal masalah tidak jauh dari angka-angka berikut ”2, 3, 4, 6, 8, 12, 24”
seperti sebagai berikut:
- Jika nilai
penyebut bagian para ahli waris adalah sama, maka nilai penyebut bagian
para ahli waris tersebut dijadikan sebagai nilai asal masalah. Misalnya
1/2 dengan 1/2, maka asal masalahnya adalah 2.
- Jika nilai
penyebut bagian salah satu ahli waris dapat dibagi oleh nilai penyebut
bagian para ahli waris lainnya, maka nilai penyebut bagian ahli waris
pertama tersebut dijadikan sebagai nilai asal masalah. Misalnya 1/2 dengan
1/6, maka asal masalahnya adalah 6.
- Jika nilai
penyebut bagian para ahli waris tidak sama dan nilai bagian salah satu
ahli waris tidak dapat dibagi oleh nilai penyebut bagian para ahli waris
lainnya, maka nilai kelipatan persekutuan terkecil dari nilai penyebut
para ahli waris tersebut dijadikan sebagai nilai asal masalah. Misalnya
1/4 dengan 2/3, maka asal masalahnya adalah 12.
I.3 ’Aul
Jumlah bagian para ahli
waris boleh jadi lebih besar dari satu atau jumlah saham lebih besar dari asal
masalah. Dalam kondisi seperti itu, bagian waris setiap ahli waris tidak
mungkin didasarkan kepada nilai harta peninggalan secara mutlak karna itu tidak
akan mencukupi. Oleh sebab itu, maka bagian waris para ahli waris harus
dimodifikasi dengan cara membagi waris masing-masing oleh jumlah warisan (bukan
oleh asal masalah). Penetapan bagian waris dengan cara menetapkan nilai jumlah
waris, yang lebih besar dari nilai asal masalah, sebagai asal masalah dinamakan
’Aul.
Masalah: seorang laki-laki meninggal dunia dengan
meninggalkan ahli waris yang terdiri dari janda, ibu, bapak, dan dua anak
perempuan.
Ahli waris
|
Bagian
|
Asal masalah
|
Saham
|
Bapak
|
1/6
|
24
|
![]() |
Ibu
|
1/6
|
24
|
4 > 27
|
2 anak perempuan
|
2/3
|
24
|
16
|
Janda Perempuan
|
1/8
|
24
|
3
|
I.4 Radd
Jumlah bagian para ahli
waris boleh jadi lebih kecil dari satu atau nilai jumlah saham lebih besar dari
nilai asal masalah. Dengan kata lain adalah terdapat ’ashobah (sisa).
Masalah: seorang laki-laki meninggal dengan
meninggalkan ahli waris yang terdiri dari istri, ibu, bapak, dan satu anak
perempuan.
Ahli
waris
|
Bagian
|
Asal
masalah
|
Saham
|
Bapak
|
1/6
|
24
|
8
|
Ibu
|
1/6
|
24
|
8
|
Anak perempuan
|
1/2
|
24
|
12
|
Istri
|
1/8
|
24
|
3
|
Jumlah <
|
23
|
I.5 Cara Mewariskan dan Pengelompokan
Ahli waris
a)
Cara
Mewariskan
Untuk membagikan
atau memberikan warisan kepada ahli waris si mayit, ada dua cara yang dapat
dilakukan, yaitu fardh[4]
dan ta’shib atau ‘ashabah[5].
Mewariskan secara fardh, yaitu memberikan harta waris kepada ahli waris
sesuai dengan bagian yang telah ditentukan, seperti setengah, seperempat,
seperdelapan, dua per tiga, sepertiga, dan seperenam. Adapun yang dimaksud
dengan mewariskan secara ta’shib, yaitu memberikan harta waris kepada
ahli waris, yang besar bagiannya tidak ditentukan, atau biasa disebut dengan
bagian lunak. Dalam satu kasus, ahli waris ‘ashabah bisa mewarisi
seluruh harta si mayit, jika ia sendirian. Dalam kasus lain, ia bisa mewarisi
sisa, setelah bagian ashabul furudh diberikan.
b)
Pengelompokan Ahli Waris
- Al-fardh saja
Ahli waris yang
hanya mewarisi secara fardh (yang menerima bagian tetap), berjumlah tujuh
orang, yaitu ibu, saudara laki-laki seibu, saudara perempuan seibu, nenek dari
ibu, nenek dari ayah, suami, dan istri.
Sementara itu,
bagian tetap (fardh) dari setiap ahli waris di atas adalah sebagai berikut:
a) Ibu: seperenam (1/6) atau
sepertiga (1/3) utuh, atau sepertiga (1/3) sisa.
b) Nenek dari pihak ayah: seperenam
(1/6), baik sendiri maupun bersama-sama dengan ahli waris lainnya.
c) Nenek dari pihak ibu: seperenam
(1/6), baik sendiri Maupun bersama-sama dengan ahli waris lainnya.
d) Saudara laki-laki seibu:
seperenam (1/6), bila hanya seorang diri, dan sepertiga (1/3) bila bersama-sama
dengan yang lainnya.
e) Saudara perempuan seibu:
seperenam (1/6), bila hanya sendiri, dan sepertiga (1/3) bila bersama-sama
dengan yang lainnya.
f) Suami: setengah (1/2), jika tidak
ada keturunan si mayit dan seperempat (1/4), jika adanya keturunan si mayit.
g) Istri: seperempat (1/4), jika
tidak ada keturunan mutlaq si mayit, dan seperdelapan (1/8), jika adanya
keturunan mutlaq si mayit.
Contoh:
Seseorang meninggal dunia,
meninggalkan 2 anak perempuan, ibu, ayah, maka anak perempuan mendapatkan
bagian setengah, ibu mendapatkan bagian seperenam[6], dan ayah mendapatkan
bagian seperenam[7]
secara fardh serta sisanya secara ta’shib.
Asal masalah: 6
Ayah
|
1/6
|
1
|
Ibu
|
1/6
|
1
|
2 anak perempuan
|
2/3
|
4
|
- At-ta’shib saja
Ahli waris yang
hanya mewarisi secara ta’shib ‘harta sisa dari golongan fardh atau ‘ashabah,
berjumlah dua belas, yaitu anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki,
saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari
saudara laki-laki sekandung, paman seayah, anak laki-laki dari paman kandung,
anak laki-laki dari paman seayah, laki-laki yang memerdekakan budak, dan
perempuan yang memerdekakan budak.
Seluruh
ahli waris yang dua belas ini mewarisi harta peninggalan hanya dengan jalan
ta’shib, dan tidak dapat mewarisi dengan jalan fardh selama-lamanya. Karenanya,
ketika salah satu dari mereka sendirian dalam mewarisi harta peninggalan, maka
dia akan mewarisi seluruh harta tersebut secara ta’shib, atau dia mewarisi sisa
harta waris setelah dibagikan kepada ash-habul furudh ‘golongan yang menerima
secara fardh terlebih dahulu.
- Fardh dan Ta’shib bergabung
Ahli waris yang
sewaktu-waktu dapat mewarisi dengan jalan fardh, ta’shib, atau kedua-duanya
(fardh dan ta’shib). Ahli waris ini adalah ayah dan kakek. Keduanya dapat
mewarisi harta dengan jalan fardh, yakni mendapatkan bagian seperenam, ketika
tidak bersama dengan keturunan laki-laki si mayit. Namun, keduanya juga dapat
mewarisi dengan cara ta’shib, yakni ketika mereka tidak bersama-sama dengan
keturunan si mayit secara mutlak.
Contoh:
(mewarisi dengan jalan fardh dan ta’shib
secara bersamaan). Seseorang meninggal dunia, meninggalkan anak perempuan, ibu,
ayah, maka anak perempuan mendapatkan bagian setengah, ibu mendapatkan bagian
seperenam, dan ayah mendapatkan bagian seperenam secara fardh serta sisanya
secara ta’shib.
Asal masalah: 6
Ayah
|
1/6 + sisa
|
1 secara fardh + 1 secara
ta’shib=2
|
Ibu
|
1/6
|
1
|
Anak perempuan
|
1/2
|
3
|
- Fardh dan Ta’shib terpisah
Ahli waris yang
mewarisi dengan jalan fardh pada suatu ketika, dan di saat lain mewarisi dengan
jalan ta’shib. Ahli waris semacam ini ada empat orang, yaitu anak perempuan
seorang atau lebih, cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki seorang atau
lebih, saudara perempuan seorang kandung atau lebih; saudara perempuan seayah
seorang atau lebih.
Contoh:
1. (mewarisi secara fardh)
seorang meninggal dunia, meninggalkan seorang anak perempuan dan paman, maka
anak perempuan mendapat bagian setengah (1/2) secara fardh, sedangkan
paman mendapatkan sisa secara lunak (ta’shib). Contoh lain, seorang meninggal,
meninggalkan 2 orang anak perempuan dan saudara laki-laki sekandung, maka 2
orang anak perempuan mendapatkan bagian 2/3, sedangkan saudara laki-laki
sekandung mendapatkan sisa menurut ta’shib.
Contoh
pertama: Asal masalah 2
Anak perempuan
|
1/2
|
1
|
Paman
|
Sisa
|
1
|
Contoh kedua: Asal masalah 3
Anak perempuan
|
2/3
|
2 secara fardh
|
Saudara laki-laki kandung
|
Sisa
|
1 dari sisa
|
2. (mewarisi secara ta’shib)
seorang meninggal dunia, meninggalkan istri, satu orang anak perempuan, dan
satu orang anak laki-laki, maka istri mendapatkan bagian seperdelapan (1/8).
Sedangkan anak perempuan dan anak laki-laki mendapatkan sisa pembagian menurut
bagian lunak. Ta’shib di sini disebut dengan ta’shib bil ghoir
‘setiap perempuan yang membutuhkan orang lain untuk menjadikan ‘ashabah’.
II.
Urutan Para
Ahli Waris dalam Menerima Warisan
A. Ashabul Furudh
Yang dikatakan
shahibul fardh atau shahibatul fardh adalah “orang yang mempunyai bagian harta
peninggalan yang sudah ditentukan dengan nash Al-Qur’an[8], As-Sunnah[9] atau Al-Ijma[10]”. Selain mereka tidak
ada yang berhak atas harta peninggalan.
Jumlah mereka ada
dua belas. Empat orang lelaki, yaitu suami, ayah, kakek, dan saudara laki-laki
seibu. Delapan orang dari para wanita, yaitu: istri, ibu, anak perempuan, cucu
perempuan dari anak laki-laki walaupun betapa rendah derajat dan nenek walaupun
betapa tingginya. Dan merekalah yang harus didahulukan dalam pembagian harta
warisan.
- Ashabah Nasabiyah (ta’shib)
Yang dikatakan
ashib nasabi adalah “kerabat lelaki yang mempunyai hubungan darah dengan
seseorang, bukan dengan perantaan wanita saja, baik mempunyai hubungan langsung
tanpa perantaraan, seperti anak lelaki dan ayah, atau perantaraan lelaki saja
atau perantaraan seayah dan cucu lelaki dari anak lelaki, atau dengan
perantaraan dan perempuan bersama-sama, seperti saudara laki-laki sekandung.
Sisa harta warisan
sesudah diberikan kepada ashabul furudh menurut ketentuan masing-masing,
diambil oleh ashib nasabi. Apabila furudh menghabiskan semua harta warisan,
maka ashib nasabi tidak menerima apa-apa. Apabila tidak ada ashib fardh atau
ada, tetapi terhalang dengan adanya ashib, maka ashib nasabi mengambil semua
harta warisan jika ia seorang diri dan dibagi sama rata diantara mereka jika
ashib itu berbilang dan sama derajat kekerabatannya.
C. Dzawur Raddi
Yang dikatakan
dzawur raddi atau ashabur raddi adalah orang yang dikembalikan lagi harta
warisan kepadanya, yaitu ashabul furudh nasabiyah yang selain dari ayah dan
kakek. Karena itu apabila ada sisa dari harta warisan sesudah diberikan
bagian-bagian ashabul furudh dan tidak ada ashib nasabi yang berhak menerima sisa,
maka sisa harta itu dikembalikan kepada ashabul furudh nasabiyah selain dari
ayah dan kakek berdasarkan bagian mereka masing-masing karena mereka berdua
mengambil sisa harta dengan jalan ta’shib. Karena suami istri tidak
dikembalikan sisa warisan, suami-istri tidak mendapat hak bersama-sama ashabul
furudh nasabiyah yang lain, karena mengembalikan harta pusaka kepada suami
istri dilakukan di waktu tidak ada ahli waris yang dekat.
Contoh:
Apabila seoarng
meninggal dengan meninggalkan ibu dan saudara lelaki seibu, maka ibu mendapat
sepertiga dengan jalan fardh dan saudara lelaki seibu mendapat seperenam dengan
jalan fardh. Karenanya tinggallah sisa setengah harta. Sisa itu dikembalikan
kepada mereka berdua menurut saham mereka masing-masing.
D. Dzawul Arham
Yaitu orang-orang
yang mempunyai hubungan kerabat dengan orang yang meninggal, tetapi mereka
tidak masuk ke dalam golongan ashabul furudh dan tidak juga ke dalam golongan
ashabah, seperti cucu perempuan dari anak perempuan, cucu lelaki dari anak
perempuan, anak perempuan dari saudara lelaki kandung, anak lelaki dari saudara
perempuan kandung, dan seperti saudara ayah yang perempuan, saudara ibu yang
lelaki dan yang perempuan.
Apabila orang yang
meninggal tidak meninggalkan kerabat yang ashib dan tidak juga shahib fardh,
maka dzawul arham[11]
mengambil semua harta warisan tersebut. Adapun apabila diperoleh salah seorang
dari suami istri, maka mereka mengambil fardhu-nya dan sisa harta
diambil oleh dzawul arham, yaitu setengah harta di waktu bersama suami
dan tiga perempat di waktu ada istri.
Mengembalikan sisa
harta kepada salah seorang dari suami-istri yaitu ketika tidak ada kerabat yang
menjadi waris, tidak ada dari ashabul furudh, tidak ada dari ashabah,
dan tidak ada dzawul arham. Maka apabila yang menerima pusaka hanya
suami atau istri, maka segala harta waris jatuh kepada mereka dengan jalan fardh
dan jalan radd.
E. Ashib Sababi
Yaitu mu’tiq[12]
(orang yang memerdekakan budak), baik laki-laki ataupun perempuan.
Kesimpulannya: penerimaan pusaka
ada empat cara:
- Dengan
jalan fardh
- Ta’shib
- Radd
- Rahim
Tidak dapat
berkumpul pada suatu harta peninggalan, pusaka dengan jalan radd dan
pusaka dengan jalan ta’shib nasabi atau sababi karena ta’shib
nasabi, mewarisi sisa harta setelah ashabul furudh. Karenanya tidak
ada radd. Dan apabila ada shahib fardh, nasabi atau sahabi,
maka ashib sababi tidak menerima pusaka, karena kedudukannya
dikemudiannya daripada mengembalikan harta kepada ashabul furudh.
III.
Permasalan
dalam Penyelesaian Kasus Waris
Dalam kita
menyelesaikan masalah waris/pusaka, maka kita perlu menempuh jalan-jalan di
bawah ini sebagai mana di pembahasan di atas juga telah dibahas dengan
terperinci:
- Mengetahui
fardhu-fardhu yang diperoleh masing-masing waris.
- Menentukan
asal masalah
- Menentukan
bilangan saham masing-masing ahli waris
- Jumlah
atau kadar satu-satu saham/warisan
- Bagian
masing-masing ahli waris.
Di dalam kita
menyelesaikan setiap masalah pembagian warisan/pusaka, haruslah kita tempuh
jalan-jalan ini supaya pembagian itu benar menurut semestinya.
Kasus:
1. Seorang meninggal dengan
meninggalkan suami, dua anak perempuan, seorang ibu, dan seorang ayah dengan
meninggalkan harta sejumlah 75 juta.
Ahli waris
|
bagian
|
Asal masalah
|
Saham/harta
|
Ayah
|
1/6
|
12
|
![]() |
Ibu
|
1/6
|
12
|
2 15 (di’aul-kan dari 12)
|
2 anak perempuan
|
2/3
|
12
|
8
|
Suami
|
1/4
|
12
|
3
|
-
Ayah =>
2/15 x 75 juta = 10 juta
-
Ibu =>
2/15 x 75 juta = 10 juta
-
2 anak perempuan => 8/15 x
75 juta = 40 juta
-
Suami =>
3/15 x 75 juta = 15 juta
2. Seorang meninggal meninggalkan
ibu, istri, dua saudara lelaki seibu, dan dua saudara lelaki sekandung,
sedangkan harta warisannya 192 juta.
Ahli waris
|
bagian
|
Asal masalah
|
Saham/harta
|
Ibu
|
1/6
|
12
|
2
|
Istri
|
1/4
|
12
|
3
|
2 saudara lelaki seibu
|
1/3
|
12
|
4
|
2 saudara lelaki kandung
|
Sisa
|
12
|
3
|
-
Ibu =>
2/12 x 192 juta = 32 juta
-
Istri =>
3/12 x 192 juta = 48 juta
-
2 saudara lelaki seibu => 4/12
x 192 juta = 64 juta dibagi dua, masing-masing 32 juta
-
2 saudara lelaki kandung => 3/12 x 192 juta = 48 juta dibagi dua,
masing-masing 24 juta
Daftar Pusaka
Komite Fakultas Syari’ah
Universitas Al-Azhar, Mesir. 2004. Hukum
Waris.
Diterjemahkan oleh H.
Addys Aldizar, LC dan H. Fathurrahman, LC. Jakarta: Senayan Abadi Publishing.
Hasbi Ash-Shiddieqy,
Teungku Muhammad. 2010. Fiqh Mawaris: Hukum
Warisan
Menurut Syari’at Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Salman, HJ. Otje &
Haffas, Mustofa. 2002. Hukum Waris Islam.
Bandung: PT Refika
Aditama.
Syarifuddin, Amir. 2004. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Prenada
Media Group.
Pondok Pesantren Sidogiri.
2000. ’Iddatul Faro’id fil Mirats.
Sidogiri: Media
Sidogiri.
Ali, H. Zainuddin. 2008. Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia.
Jakarta: Sinar
Grafika
[1] [1]
Radd jumlah bagian para ahli-waris
boleh jadi lebih kecil dari satu atau nilai jumlah saham lebih kecil dari nilai
asal masalah.”Hukum Waris Islam”,
Prof.Dr.H.R.Otje Salman S., S.H. dan Mustofa Haffas, S.H. Hlm.72.
[2] ’Aul jumlah
bagian para ahli waris boleh jadi lebih besar dari satu atau jumlah saham
lebihbesar dari asal masalah.
[4] fardh bagian yang telah ditentukan secara syar’i.”Hukum Waris”,Komite Fakultas
Syariah,’Universitas Al-Azhar, Mesir. Hlm.106
[5] Ashabah laki-laki dari kerabat si mayit, di mana dalam nisbatnya ke si mayit,
tidak ada perempuan. Komite Fakultas Syariah,’Universitas Al-Azhar, Mesir. Hlm.
252
[6] Lihat QS.An-Nissa’: 11
[7] Lihat QS.An-Nissa’: 11
[8] Lihat QS.An-Nisaa’: 7, 11, 12, 176
[9] Lihat “Ayat
dan Hadist Al-Mawarits Pilihan”, Majelis Al-Mawarits-BPQ El-Azhar. Hlm.
5-6.
[10] Ketentuan pokok masing-masing waris ahli
waris dalam ijma’ adalah 1/3 x sisa.
[11] Dzawul
Arham member pusaka/warisan dengan jalan rahim.”Fiqh Mawarits Hukum Pembagian Warisan Menurut Syariat Islam”. Prof.
Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Hlm. 54
[12] Mu’tiq
orang yang memerdekakan budak pada zaman rosul, tetapi sekarang tidak ada lagi.
0 comments:
Post a Comment