Terima kasih

Terima kasih sudah berkunjung di blog saya ;)

Sunday, December 29, 2013

PERANAN MASJID DALAM PENGEMBANGAN EKONOI ISLAM: SEBUAH KEBIJAKAN EKONOMI ZAMAN RASULULLAH

PERANAN MASJID DALAM PENGEMBANGAN EKONOI ISLAM: SEBUAH KEBIJAKAN EKONOMI ZAMAN RASULULLAH











                          


Abd Hamid Syarif
s.1014.215
Mata Kuliah:
Mikro Ekonom Islam





Ekonomi Islam Angkatan 10 tahun 2012-2013
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam TAZKIA

PERANAN MASJID DALAM PENGEMBANGAN EKONOI ISLAM: SEBUAH KEBIJAKAN EKONOMI ZAMAN RASULULLAH

Abstract
When rasulullah migrated to Madinah, upon arrival he immediately build a mosque which will be build as the center of islam. Among them: religious, economic, military, and is usedas a  warformation, etc. In economic terms,its shown with the construction of Baitul-mal as a meansmuamalah activityat that time and continued untilthe reignkhulafaurrasyidin. At that era, masque is the center of all the activity of islam. a much of policy is maked in mosque. This paperaims toreview the role ofthe optimization of the mosquewhich hasbecome the basis ofthe development of Islam.at the last of the desriptoin of this paper, the writer try to apply the policy of Rasulullah and Khalifah in this century.

Keyword: mosque, optimalization function of musque, muamalah.


BAB I
Pendahuluan

1.1     latar belakang
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah saat hijrah pertama kali ke Madinah adalah membangun masjid yang dimana akan digunakan sebagai pusat kegiatan ummat islam, salah satunya adalah kegiatan ekonomi. Pada periode madinah, tugas besar Rasulullah adalah melakukan pembinaan terhadap masyarakat muslim Madinah yang baru terbentuk. Lebih jelas lagi bahwa Rasulullah sangat memperhatikan masalah ekonomi umat Islam adalah ketika Islam telah memiliki sebuah wilayah. Seperti di madinah mrupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi. Oleh karena itu peletakann dasar-dasar sistem ekonomi yang diletakkan oleh rasulullah merupakan langkah yang sangat tepat dan signifikan sehingga islam sebagai sebuah agama yang dan negara dapat berkembang pesat dalam waktu yang relatif singkat.
Kegiatan ekonomi merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.Pada zaman pemerintahan Rasulullah, masjid digunakan sebagai pusat pemerintahan islam dan melakuakan banyak hal di masjid mulai dari kegiatan ibadah, ekonomi, politik, militer dan lainnya. Masjid merupakan sebuah tempat yang mempunyai arti penting bagi ummat muslim seluruh dunia. Kata masjidberasal bahasa arab dari akar kata سجّد – يسجّد – سجودا yang berarti tunduk, patuh, ta’at dengan penuh ta’zim dan hormat. Banyak hal dilakukan oleh rasulullah melalui masjid diantaranya: menentukan strategi perang, menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi, meberikan pendidikan agama kepada kaum muslimin dan lainnya. Di masjid pula Nabi memberi pengarahan dan instruksi kepada para tentara yang akan dikirim ke suatu tempat untuk berperang. Dari segi ekonomi, peranan masjid terlihat melalui adanya baitul mal yang dibangun oleh rasulullah lalu kemudian menghimpun harta dari orang-orang kaya lalu kemudian mendistribusikannya. Tidak hanya itu, Rasulullah juga mulai mengembangkan kota madinah dengan prinsip-prinsip ekonomi yang diambilnya.
Upaya mengentas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan sosial yang dikeluarkan Rasulullah saw Masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam, di masa Rasulullah telah difungsikan selain sebagai pusat ibadah juga sebagai pusat komando operasi militer, pemerintahan dan pusat perekonomian. Di masa ini Rasulullah, masjid dijadikan sebagai pusat penerimaan dan pendistirbusian zakat serta keuangan lainnya. 
Oleh karena itu peranan rasulullah saat itu sangat banyak yakni sebagai pimpinan masyarakat, perancang perekonomian, pemimpin politik, pimpinan militer, dll. Pada paper ini, penulis hanya akan menjelaskan mengenai optimalisasi pernan masjid dari segi muamalah (ekonomi) yang telah dipraktikkan pada zaman rasulullah sampai pada pemerintahan Khulafaurrasyidin dan bagaimana implikasinya pada zaman ini.

1.2  Rumusan Masalah
-          Model pengembangan ekonomi melalui Masjid.
-          Peranan masjid sebagai sarana dakwah ekonomi islam.
-          Model perekonomian zaman Rasulullah.
-          Kebijakan-kebijakan fiskal yang diterapkan pada zaman Rasulullah.
-          Studi kasus tentang praktik kebijakan rasulullah pada zaman ini Relevansi kebijakan rasulullah pada zaman ini.
1.3  Tujuan penelitian
Melihat begitu besarnya peranan masjid pada zaman rasulullah, penulis merasa perlu untuk sedikit mengulas tentang peranan dan optimalisasi fungsi masjid sebagai sarana pengembangan aspek kehidupan tertama dalam hal ekonomi seperti apa yang telah dipraktikkan pada zaman rasulullah dulu dan bagaimana relavansinya di zaman sekarang ini baik kebijakan maupun sistem yang telah dipraktikkan Rasulullah.

BAB II
Pembahasan

2.1              Model pengembangan ekonomi melalui Masjid.
Melihat apa yang dilakukan oleh rasulullah yakni denga mengeluarkan kebijakan Pembangunan masjid sebagai sentra kegiatan islam dalam segala aspek baik muamalah, siasah dll Merupakan salah satu bentuk atau model pembangunan ekonomi yang dicontohkan oleh rasulullah saat itu. Hal ini menjadi salah satu hal yang menarik untuk dibahas dimana masjid digunakan sebagai sentra kegiatan muamalah.
Pada dasarnya penggunaan masjid sebagai dasar pembangunan sistem ekonomi yang berbasis keislaman merupakan suatu hal yang sangat tepat untuk dilakukan. Pada zaman rasulullah masjid juga digunakan sebagai sarana pembelajaran untuk mendalami ilmu-ilmu keislaman dan menguatkan ukhwah dan jamiah islamiah diantara kaum mulimin muhajirin dan anshar pada saat itu. Jika dikorelasikan antara peranan masjid dan pengembangan ekonomi islam, maka masjid akan digunakan sebagai penguat pondasi-pondasi keislaman dan pembelajaran tentang teori-teori muamalah sebelum diterapkan di dunia rill. Masjid mempunyai fungsi yang vital dalam pembentukan karakter ekonom yang robbani sehingga sistem ekonomi yang islami tersebut bisa dijalankan secara sempurna. Dari segi perekonomian secara individu, msjid bisa digunakan sebagai sarana pengembangan pengetahuan dalam hal keislaman dan atau ekonomi secara khususnyaguna mendapatkan makna-makna muamalah secara mendalam, baik teori maupun praktiknya di dunia rill. Jika dipandang secara masal atau dalam skub kenegaraan, masjid bisa dimanfaatkan sebagai sarana diskusi slama menentukan kebijakan muamalah kenegaraan guna mendapatkan hasil yang maksimal dan untuk meminimalisir kethidak adilan dalam pengambilan kebijakan. Tentu hal ini harus ditopang denga keimanan yang kuat.
2.2              Peranan masjid sebagai sarana dakwah ekonomi islam.
Kalau disebut bahwa pada zaman nabi terdapat Negara islam, maka yang pertama kita ingat adalah kota yastrib. Kota ini kemudian berganti nama menjadi Madinat al_nabi yang kemudian popular dengan sebutan Madinah. Pada awal pembentukan Negara islam di Madinah (yastrib) oleh rasulullah SAW, hal yang pertama yang menjadi kebijakan rasulullah adalah pembangunan masjid sebagai tempat ibadah, menguatkan rasa persaudaraan dan ikatan jamaah islamiah, mendalami ajaran-ajaran islam dan sentra pengembangan dan pembangunan Negara dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan. Pemikiran Ekonomi Islam diawali sejak Nabi Muhammad saw diutus sebagai seorang Rasul (utusan Allah). Rasulullah saw mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah). Permasalahan ini menjadi salah satu pusat perhatian utama Rasulullah saw, karena merupakan pilar keimanan yang penting. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah saw bersabda, “Kemiskinan membawa orang kepada kekafiran”.
Sudah pasti, upaya mengentas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan sosial yang dikeluarkan Rasulullah saw. Lebih jelas lagi bahwa Rasulullah sangat memperhatikan perihal ekonomi umat Islam adalah ketika Islam telah memiliki sebuah wilayah, yakni Madinah. Masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam, di masa Rasulullah telah difungsikan selain sebagai pusat ibadah (ritual) juga sebagai pusat komando operasi militer, pemerintahan dan pusat perekonomian. Di masa ini Rasulullah menjadikan masjid sebagai pusat penerimaan dan pendistirbusian zakat serta keuangan lainnya.
2.3  Model perekonomian zaman Rasulullah.
Sumber Pendapatan Primer merupakan pendapatan utama bagi negara di masa Rasulullah saw adalah zakat dan ushr. Keduanya berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilar Islam. Pengeluaran untuk keduanya sudah diuraikan secara jelas dan eksplisit di dalam al-Qur’an surat at-Taubah (9) ayat 60. Dan pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum negara. Lebih jauh lagi zakat secara fundamental adalah pajak lokal.
Menurut Bukhari, Rasulullah saw berkata kepada Muadz, ketika ia mengirimnya ke Yaman sebagai pengumpul dan pemberi zakat: “…Katakalah kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk membayar zakat yang akan diambil dari orang kaya diantara mereka dan memberikannya kepada orang miskin diantara mereka.” Demikianlah pemerintah pusat berhak menerima keuntungan hanya bila terjadi surplus yang tidak dapat didistribusikan lagi kepada orang-orang yang berhak, dan ditambah kekayaan yang dikumpulkan di Madinah, ibu kota negara. Dan, pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:
1.      Benda logam yang terbuiat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya;
2.      Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya.
3.      Binatang ternak unta.
4.      Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
5.      Hasil pertanian termasuk buah-buahan, Luqta, harta benda yang ditingalkan musuh, barang temuan.
Sumber-sumber pendapatan sekunder yang menjadi sumber pendapatan negara pada zaman pemerintahan rasulullah adalah:
  1. Uang tebusan untuk para tawanan perang, hanya dalam kasus perang Badar pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang.
  2. Pinjaman-pinjaman setelah menaklukan kota Mekkah untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslim dari Judhayma atau sebelum pertempuran Hawazin 30.000 dirham (20.000 dirham menuerut Bukhari) dari Abdullah bin Rabiah dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah.
  3. Khumus atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam.
  4. Amwal Fadhla, berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggalkan tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
  5. Wakaf, harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang disebabkan Allah dan pendapatannya akan didepositkan di Baitul Maal.
  6. Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang Tabuk.
  7. Zakat fitrah, zakat yang ditarik di masa bulan Ramadhan dan dibagi sebelum sholat Idhul Fitri.
  8. Shadaqah, seperti kurban dan kaffarat.
2.4  Kebijakan-kebijakan fiskal yang diterapkan pada zaman Rasulullah.
Kota Yatsrib yang sekarang menjadi kota Madinah, dahulu mangalami masa-masa sulit sebelum Islam datang. Dakwah Rasulullah di kota Makkah mendapatkan banyak tantangan dan rintangan, kemudian Rasulullah berhijrah dari Makkah ke Madinah. Dengan kekuasaan Allah SWT dakwah Rasulullah SAW disana dimudahkan oleh Allah SWT. Langkah awal yang dilakukan Rasulullah dalam memperbaiki keadaan tersebut adalah membangun masjid, merehabilitasi kaum muhajjirin dengan mempersaudarakan mereka dengan kaum anshar, membuat konstitusi negara, dan meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Al-Qur’an yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan keadilan. Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah SAW berakar dari prinsip-prinsip Al-qur’an. Dalam Islam, kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan antara dunia dan akhirat, keduanya merupakan satu kesatuan. Begitu juga dengan kehidupan manusia, Allah SWT tidak memerintahkan manusia untuk memisahkan kehidupannya antara dunia dan akhirat.

Beberapa contoh kebijakan fiskal zaman Rasulullah.
a.       Kebijakan Pengeluaran (Government Spending)
Kegiatan yang menambah pengeluaran negara mempunyai dampak tertentu pada kehidupan sosio-ekonomi masyarakat. Berbeda dengan kitab-kitab agama lain, kitab suci al-Qur`an telah menetapkan perintah-perintah yang sangat jelas mengenai kebijakan negara tentang pengeluaran pendapatan negara. Al-Qur`an telah mentapkan suatu kebijakan pengeluaran yang luas untuk distribusi kekayaan berimbang di antara berbagai lapisan masyarakat.

Kebijakan  fiskal dan anggaran belanja dalam Islam memliki prinsip bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distrubusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama. Dari semua kitab agama masa dahulu, Al-Qur`an-lah satu-satunya kitab yang meletakkan perintah yang tepat tentang kebijakan negara mengenai pengeluaran pendapatan. Kegiatan-kegiatan yang menambah pengeluaran dan yang menarik penghasilan negara harus digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial tertentu dalam kerangka umum Hukum Islam seperti ditetapkan dalam al-Qur`an dan Sunnah.
Sejalan dengan adanya suatu perekonomian. Untuk lebih berkembangnya suatu perekonomian perlu adanya suatu kebijakan-kebijakan yang diadakan oleh pemerintah, baik itu tindakan maupun strategi supaya ekonomi yang sedang berjalan diupayakan terus maju, tanpa adanya suatu kelemahan ekonomi yang mengakibatkan terjadinya inflasi, pengangguran dan lain sebagainya. Tetapi apabila pendapatan pemerintah berkurang maka pemerintah juga harus mengurangi pengeluaran. Singkatnya orang berpandangan bahwa pemerintah haruslah menjalankan kebijakan fiskal seimbang atau anggaran belanja seimbang, yaitu pengeluaran haruslah sesuai atau sama dengan pendapatanya.
Pada masa pemerintahannya, Rasulullah menanamkan prinsip saling membantu (taawwun) terhadap kebutuhan saudaranya selama memimpin di mekah. Setelah Rasulullah di Madinah, dalam waktu yang singkat Madinah mengalami pertumbuhan yang cepat. Dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan dan organisasi, membangun intitusi-intitusi, mengarahkan urusan luar negeri, membimbing para sahabatnya dalam memimpin dan pada akhirnya melepaskan jabatanya secara penuh.
Sebagai kepala Negara yang baru terbentuk, ada beberapa hal yang segera mendapat perhatian beliau, seperti :
  1. Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya,
  2. Merehabilitasi Muhajjirin Mekkah di Madinah,
  3. Menciptakan kedamaian dalam Negara,
  4. mengeluarkan hak dan kewajiban bagi waga negaranya,
  5. membuat konstitusi Negara,
  6. menyusun system pertahanan madinah,
  7. meletakan dasar-dasar sistem keuangan Negara.
Bersamaan dengan persyariatan zakat, pemasukan lainpun mulai terlembagakan, mulai dari ghonimah perang Badar, kemudian perang-perang berikutnya. Pemasukan lainya yang dilembagakan adalah jizyah.
Rasulullah_pun mengkhususkan area untuk kemaslahatan umum, seperti tempat penggembalaan kuda-kuda perang, bahkan menentukan beberapa orang petugas untuk menjaga harta kekayaan negara seperti kekayaan hasil bumi khaibar yang dipercayakan kepada Abdullah bin Rawahah, sedangkan tugas penjagaan baitul maal dan
pendistribusiaanya di amanahkan kepada Abi Rafi’ dan bilal, sementara ternak
pembayaran zakat diamanahkan kepada salah seorang dari Bani Giffar.
Ada empat langkah yang dilakukan Nabi SAW:
  1. Peningkatan pendapatan rasional dan tingkat partisipasi kerja . Rasulullah
    melakukan kebijakan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Yang
    menyebabkan terjadinya distribusi pendapatan dari kaum Anshar ke Muhajirin yang
    berimplikasi pada peningkatan permintaan total di Madinah.
  2. Kebijakan Pajak. Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan Rasulullah saw,
    seperti kharaj, khums, dan zakat, menyebabkan terciptanya kestabilan harga dan
    mengurangi tingkat inflasi.
  3. Anggaran. Pengaturan APBN yang dilakukan Rasulullah saw secara cermat, efektif
    dan efisien, menyebabkan jarang terjadinya defisit anggaran meskipun sering
    terjadi peperangan.
  4. Kebijakan Fiskal Khusus. Rasulullah saw menerapkan beberapa kebijakan fiskal
    secara khusus untuk pengeluaran negara, yaitu: meminta bantuan kaum muslimin
    secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslimin; meminjam peralatan dari kaum non-Muslim secara cuma-cuma dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi bila terjadi kerusakan; meminjan uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada para muallaf; serta menerapkan kebijakan insentif untuk
    menjaga pengeluaran dan meningkatkan partisipasi kerja dan produksi kaum
    muslimin.

Kebijakan Anggaran Belanja
Di zaman Rasulullah saw sisi penerimaan APBN terdiri dari kharaj (sejenis pajak tanah), zakat, kums (pajak 1/5), jizya (sejenis pajak atas badan orang nonmuslim), dan penerimaan lain-lain (diantaranya kaffarah/denda). Sedangkan pengeluaran terdiri dari pengeluaran untuk kepentingan dakwah, pendidikan dan kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan belanja pegawai. Penerimaan zakat dan kums dihitung secara proporsional, berdasar prensentase, bukan nilai nominal, sehingga ia akan menstabilkan harga dan menekan inflasi ketika permintaan agregat lebih besar daripada penawaran agregat. Sistem zakat perniagaan tidak akan mempengaruhi harga dan jumlah penawaran karena zakat dihitung dari hasil usaha. Di zaman kekhalifahan begitu banyak contoh nyata pengelolaan dana rakyat yang baik di zaman Umar ibn Khattab penerimaan baitul mal mencapai 160 juta Dirham. Di sisi pengeluaran, Umar memerintahkan Amr bin Ash, gubernur Mesir, untuk membelanjakan sepertiga APBN untuk membangun infrastruktur.

b.      Kebijakan Pemasukan (Government Income)
Tidak diragukan bahwa terdapat elastisitas yang besar dalam sistem keuangan negara dan perpajakan Islam. Hal ini dapat disebabkan, karena al-Qur`an tidak menyebutkan tentang biaya yang dikenakan pada berbagai milik kaum muslimin dan juga karena sejarah administrasi keuangan Islam itu sendiri. Sejauh mengenai aspek keuangan administrasi, dapat kita lihat suatu evolusi secara berangsur-angsur, mulai dengan bujukan dan anjuran sampai pada memberlakukan kewajiban dan tugas yang dilaksanakan dengan segala kekuasaan yang dapat dimiliki masyarakat. Sistem perpajakan Islam harus menjamin bahwa hanya golongan kaya dan golongan makmur yang mempunyai kelebihanlah yang memikul beban utama perpajakan.

Kebijakan Ekonomi Zaman Modern
Di masa Nabi Rasulullah Saw kebijakan anggaran sangat sederhana dan tidak serumit sistem anggaran modern. Anggaran modern merupakan suatu campuran rumit antara rencana dan proyek yang harus dilaksanakan dimasa depan, maupun melenyapkan kesulitan dan rintangan yang terdapat pada jalan pertumbuhan ekonomi negara. Negara Islam modern harus menerima konsep anggaran modern dengan perbedaan pokok dalam hal penanganan defisit anggaran. Negara Islam dewasa ini harus mulai dengan pengeluaran yang mutlak diperlukan dan mencari jalan dengan cara-cara untuk mencapainya, baik dengan rasionalisasi struktur pajak atau dengan mengambil kredit dari sistem perbankan atau dari luar negeri. Oleh karena itu, di dalam Islam tidak mengenal pembuatan anggaran belanja negara tahunan, sebagaimana yang terdapat dalam demokrasi. Dari sinilah, maka anggaran belanja negara Islam tidak dibuat dalam bentuk tahunan, meskipun negara Islam mempunyai anggaran belanja tetap yang bab-babnya telah ditetapkan oleh syara’ mengikuti pendapatan dan pengeluaranya.
2.5  Studi kasus tentang praktik kebijakan rasulullah dan  Relevansi kebijakan rasulullah pada zaman ini.
kebijakan ekonomi yang telah diterapkan pada zaman rasulullah belum tentu bisa dilaksanakan pada zaman sekarang ini karena faktor-faktor tertentu seperti harta rampasan perang dll. Seperti halnya jizya yang digunakan sebagai salah satu instrumen kebijakan Fiskal pada zaman rasulullah. Jika diterapkan pada zaman tentu menjadi hal yang asing di telinga masyarakat karena pada praktiknya jizya merupakan upah atau pajak perlindungan bagi kaum non-muslim pada zaman itu. Lain halnya dengan zaman sekarang ini dimana terdapat kebebasan dalam setiap individu.
Akan tetapi masih banyak kebijakan fiskal yang telah dicontohkan rasulullah yang bisa kita terapkan pada zaman in seperti Zakat, Kharraj, Khums dll. Dewasa ini zakat merupakan salah satu pembahasan yang hangat dikalangan masyarakat dalam penerapannya sebagai salah satu sumber APBN yang kemudian dikaitkan dengan pajak. Di indonesia, potensi zakat yang begitu besar menjadi salah satu alasan para kaum intelek untuk membahas zakat sebagai salah satu aspek pendapatan negara. Akan tetapi potensi zakat yang begitu besar masih belum bisa dioptimalkan pengumpulannya. Sehingga jumlah zakat yang begitu besar itu hanya bisa terkumpul sekitar 30% saja.
Kebijakan rasulullah kedua yang bisa diterapkan sebagai salah satu kebijakan fiskal negara adalah Kharraj atau di indonesia disebut dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PBB ini merupakan salah satu objek pendapatan negara yang mampu menpang anggaran negara. Akan tetapi banyak kalangan memandang kebijakan islam dalam bidang fiskal dipandang sebelah mata. Masih banyak yang beranggapan bahwa islamhanya sebatas wahana spirtual saja. Akan tetapi islam sebagai agama yang bersifat universal menyangkut tetntang segala aspek kehidupan, bukan hanya ibadah dan muamalah tapi juga siyasah syariyyah dan segala karena itu  kehidupan. Oleh karena itu pndangan terhadap islam yang sempit itu harus dihilangakn dan merubah paradigma tersebut.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Jika kita melihat praktik ekonomi yang dicontohkan oleh rasulullah maka untuk mencapai hasil pengembangan ekonmi yang berbasiskan masjid harus mempunyai pemahaman yang sama tentang pentingnya peranan masjid dan tentu membutuhkan sosialisai agar bisa diteima oleh semua kalangan. Hal ini akan sangat mendukung terhadap perkembangan ekonomi islam kedepannya. Pentingnya peranan masjid ini digambarkan oleh rasulullah sesaat setelah beliau tiba di madinah yakni menentukan kebijakan pembangunan masjid yang dinamak masjid Quba sebagai sentral kegiatan islam pada zaman rasul.

Daftar pustaka

-          An- Nahbani, Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Persfektif Islam, 1996,  Risalah Gusti, Surabaya
-          Azwar Karim, Adiwarma,.Edisi III Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2004, PT. Grafindo Persada,  Jakarta
-          Azwar karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2002, The International Institute of Islamic Thought, Indonesia

Share:

MENAGIH JANJI PANCASILA SILA KE V MELALUI PROGRAM REFORMA AGRARIA


MENAGIH JANJI PANCASILA SILA KE V MELALUI PROGRAM REFORMA AGRARIA
Abdul Hamid Syarif
NIM: s.1014.215

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, begitulah kira-kira bunyi pancasila sila ke 5 pancasila yang menjadi tonggak hukum negara kita Indonesia. Reforma agraria merupakan agenda pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani khususunya dan meningkatkan ekonomi masyarakat pada umumnya seperti yang dimuat dalam konstitusi UUD 1945 dan UUPA 1960 mengenai pertanahan, hutan, tambang, perkebunan, mineral batu bara dan migas. Berdasarkan pelaksanaan di berbagai negara Reforma Agraria secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori yakni: radical land reform, land rights restitution, land colonization, market based land reform. Untuk di Indonesia tidak bisa memenuhi prinsip-prinsip reforma agraria tersebut, namun akan dilaksanakan melalui penataan sistem politik dan hukum pertanahan serta penyelenggaraan Land Reform Plus (asset reform, dengan menata ulang penguasaan, pemilikan, pengguanaan, dan pemanfaatan lahan dan access reform merupakan proses penyediaan akses bagi penerima manfaat terhadap sumber-sumber ekonomi-politik). Sehingga BPN dapat memberikan kesejahteraan maksimal bagi rakyat[1].
Seiring dengan berjalannya waktu, pembahasan mengenai reformasi agraria menjadi suatu permasalah yang sangat pelik. Dalam reformasi agraria ini yang menjadi objek utamanya adalah alokasi tanah (land reform) kepada rakyat miskin dan atau rakyat sangat miskin untuk meningkatkan kesejahtraannya. Akan tetapi terdapat banyak hambatan yang menjadi permasalahan utama dalam mengimplementasikan program ini. Hambatan tersebut berasal dari internal pemerintah sendiri atau dari internal masyarakat sendiri yang tidak memiliki kecakapan dalam mengelola tanah tersebut. Hambatan dari segi pemerintah sendiri berupa arah kebijakan politik atau undang-undang yang dibuat masih berpihak kepada pemilik modal atau kaum kaya dan tidak memihak kepada kepentingan masyarakat sehingga kesejahtraan masyarakat yang seharusnya mereka rasakan harus dirampas oleh kaum pemodal yang didukung oleh regulasi tersebut padaha tugas utama seorang pemimpin dalam menjalakan tugas imamah-nya adalah mensejahtrakan rakyatnya dan memperbaiki keadaan negara. Sehingga dalam hal ini terjadi tumpang-tindih undang-undang agraria yang tidak mengacu kepada konstitusi UUD 1945 dan UUPA 1960, yang mengakibatkan rakyat miskin atau petani menjadi kehilangan pekerjaannya, tanahnya dirampas atas nama kepentingan pembangunan dan investasi dan menjadikan tingkat kemiskinan menjadi semakin tinggi. Salah satu contoh UU tersebut adalah pada tahun 2012, DPR RI mengesahkan UU No.12 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum yang kemudian dikuatkan dengan Perpres 71/2012 tentang Penyelenggaraan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang akhirnya mempermudah proses pengadaan tanah untuk infrastruktur sehingga wajar jika banyak terjadi konflik agraria yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Terdapat banyak kasus yang timbul akibat permasalah agraria ini seperti kasus yang terjadi di Mesuji Lampung, Kasus penolakan aktifitas pertambangan di Bima NTB yang diiringi dengan kasus kekerasan yang dilakukan oleh Brimob Polda NTB yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban, dan masih banyak lagi kasus-kasus konflik agraria yang terjadi di Indonesia. Hal ini tidak lain penyebabnya adalah keterpihakan pemerintah kepada para pemilik modal khususnya mengenai undang-undang agraria sehingga kesejahtraan masyarakat menjadi terabaikan. Berdasarkan data dari Konsorsium Pembaruan Agraria yang dimuat dalam laporan tahunan KPA bahwa pada tahun 2010 terjadi sekitar 106 kasus kknflik agraria yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian pada tahun 2011 terjadi peningkatan menjadi yaitu 163 kaasus konflik agraria yang dibarengi dengan tewasnya 22 petani/warga di wilayah konflik tersebut. Pada tahun 2012 terdapat 192 kasus konflik agraria di seluruh indonesia. Sementara catatan kriminalisasi dan kekerasan terhadap petani sepanjang tahun 2012 adalah; 156 orang petani telah ditahan, 55 orang mengalami luka-luka dan penganiayaan, 25 petani tertembak, dan tercatat 3 orang telah tewas dalam konflik agraria[2]. Melihat peningkatan konflik agraria tersebut yang setiap tahunnya mengalami peningkatan, maka sebenarnya apa yang menjadi penyebab utama terjadinya peningkatan konflik agraria di Indonesia?

                      Presentase dan jumlah konflik agraria di Indonesia tahun 2012

Oleh karena itu, kemana UU yang telah dibuat oleh DPR dan BPN bermuara? Apakah berpihak kepada rakyat atau berpihak kepada siapa?
Upaya perbaikanpun terus dilakukan yang bermuara kepada kesejahtraan rakyat dan keadilan sosial seperti yang tertuang dalam panca sila sila ke 5 yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Reforma Agraria banyak yang menafsirkannya dengan “pertanian saja” padahal dalam cakupan pembahasan reforma agraria membahas lebih dari itu saja. Oleh karena itu untuk meluruskan pemahaman kita, alangkah lebih baiknya kita memahami arti kata dari reforma agraria itu sendiri.
Lahirnya Reforma Agraria tidak hanya atas konsensus politik dan sosial yang baru dan peneguhan pelaksanaan mandat konstitusi UU, tetapi mengingat tingginya tingkat pengangguran, kemiskinan, konsentrasi aset agraria pada sebagian kecil masyarakat, banyaknya sengketa dan konflik, rentannya ketahanan pangan dan energi rumah tangga dari sebagian besar rumah tangga masyarakat, menurunnya kualitas hidup, lemahnya akses sebagian terbesar masyarakat hak-hak dasar rakyat termasuk terhadap sumber-sumber ekonomi keluarga, maka Reforma Agraria menjadi sangat penting (Laporan RDP DPR RI dengan BPN 2010). Bagi para petani, pembagian tanah negara kepada masyarakat tentu akan sangat membantu perekonomiannya apalagi petani yang bergantung hanya kepada hasil pertaniannya. Oleh karena itu peranan kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan tanah sangat di perlukan. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang pro-rakyat maka akan lebih mudah bagi masyarakat untuk mengelola tanah tersebut. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dari para pembuat kebijakan khususnya DPR, BPN dan lembaga-lebaga lain yang terkait agar lebih memperhatikan kondisi masyarakat dan lebih mensejahtrakan kaum petani. Karena dengan itu indonesia tidak akan bergantung lagi pada barang impor khususnya hasil pertanian jika sudah tercukupi oleh hasil pertanian dalam negri. Hal ini juga akan mendorong meningkatnya perekinomian Indonesia dan mencapai level negara sejahtera yakni sejahtra seperti yang tertuang dalam pancasila bahwa setiap masyarakat indonesia berhak merasakan kesejahtraan dan keadilan sosial agar tidak terjadi ketimpangan antara si kaya dengan si miskin.


Daftar Pustaka
-        Pitaloka Maharani Kusuma Ningtyas dan Arya Hadi Dharmawan: Pak Program Pembaharuan Agraria Nasional (Ppan) Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Dan Ekologi Masyarakat Lokal. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Vol. 04, No. 03
-        Riduan purba: evaluasi dampak program pembaharuan agraria nasional (ppan) di desa sidorejo kec. Bangun rejo kab. Lampung tengah (thesis)
-        Andi Alfurqon: Program Reforma Agraria Dan Peningkatan  Kesejahteraan petani: Studi Kasus: Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor) (skripsi)
-        Tuong Vu: Indonesia’s Agrarian Movement: Anti-Capitalism at a Crossroads. Department of Political Science, University of Oregon.
-        Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat Komisi Ii Dpr Ri Dengan Badan Pertanahan Nasional (Bpn) Rabu, 19 Mei 2010.
-        Laporan Akhir Tahun 2012 Konsorsium Pembaruan Agraria1 “TERKUBURNYA KEADILAN AGRARIA BAGI RAKYAT MELALUI REFORMA AGRARIA” oleh Konsorsium Pembaharuan Agraria
-        Prof.Dr. Maria SW Sumardjono, SH,.MCL,.MPA: Reaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam Reforma Agraria (artikel).
-        Martua Sihaloho, heru purwandari dan Dyah Ita Mardyaningsih: Reforma agraria dan refitalisasi pertanian di indonesia: studi kasus pertanian tanaman pangan dan hortikultura Jawa Barat. Jurnal Transdisiplin sosiologi, komunikasi, dan ekologi Manusia Vol. 4, No.1 2010.


[1] LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI II DPR RI DENGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) RABU, 19 MEI 2010

[2] Laporan akhir tahun 2012 Konsorsium Pembaruan Agraria: Terkuburnya Keadilan Agraria Bagi  Rakyat Melalui Reforma Agraria

Share:

Relefansi Pemikiran Ibnu Taimiyah Dengan Konsep Kekinian

Relefansi Pemikiran Ibnu Taimiyah Dengan Konsep Kekinian
(1263 M/661 H – 1328 M/728 H)
Abdul Hamid Syarif


Islam adalah agama yang selain bersifat syumuliyah (sempurna) juga harakiyah (dinamis). Disebut sempurna karena Islam merupakan agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik yang bersifat aqidah maupun muamalah. Dalam kaidah tentang muamalah, Islam mengatur segala bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Termasuk di dalamnya adalah kaidah Islam yang mengatur tentang pasar dan mekanismenya.
Melihat pentingnya pasar dalam Islam bahkan menjadi kegiatan yang terakreditasi serta berbagai problem yang terjadi seputar berjalannya mekanisme pasar dan pengendalian harga, maka pembahasan tentang tema ini menjadi sangat menarik dan urgen.
Jauh sebelum pemikiran ekonomi para ahli tentang konsep harga seperti: Aquinas, Adam Smith, atau Maknus, dunia Islam telah lebih awal mempunyai tokoh yang concern di bidang ini. Ialah Ibnu Taimiyah, seorang ulama terkenal dunia Islam. Tulisan ini akan mencoba mengkomparasi beberapa pemikirannya tentang konsep harga dengan konsep ekonomi modern dalam bidang yang serupa.

Keyword : Kata Kunci: Ibnu Taimiyah, Konsep Harga, Adil, mekanisme pasar, uang





Riwayat Hidup
            Ibnu Taimiyah yang  bernama lengkap Taqayuddin Ahmad bin Abdul Halim lahir di kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661 H). Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayah, paman dan kakeknya merupakan ulama besar Mazhab Hanbali dan penulis sejumlah buku. [1]
            Karena kecerdasan dan kejeniusannya, Ibnu Taimiyah yang berusia masih sangat muda telah mampu menamatkan sejumlah mata pelajaran, seperti tafsir, hadits, fiqih, matematika, dan filsafat, serta berhasil menjadi yang terbaik diantara teman-teman seperguruannya. Guru Ibnu Taimiyah berjumlah 200 orang, diantaranya adalah Syamsuddin Al-Maqdisi, Ahmad bin Abu Al-Khair, Ibn Abi Al-Yusr, dan Al-Kamal bin Abdul Majd bin Asakir.
            Ketika berusia 17 tahun, Ibnu Taimiyah telah diberi kepercayaan oleh gurunya, Syamsuddin Al-Maqdisi, untuk mengeluarkan fatwa. Pada saat yang bersamaan, ia juga memulai kiprahnya sebagai seorang guru. Kedalamannya ilmu Ibnu Taimiyah memperoleh penghargaan dari pemerintah pada saat itu dengan menawarinya jabatan kepala kantor pengadilan. Namun, karena hati nuraninya tidak mampu memenuhi berbagai batasan yang ditentukan oleh penguasa, ia menolak tawaran tersebut.
            Kehidupan Ibnu Taimiyah tidak hanya terbatas pada dunia buku dan kata-kata. Ketika kondisi menginginkannya, tanpa ragu-ragu ia turut serta dalam dunia politik dan urusan publik. Dengan kata lain, keistimewaan diri Ibnu Taimiyah tidak hanya terbatas pada kepiawainnya dalam menulis dan berpidato, tetapi juga mencakup keberaniannya dalam berlaga dimedan perang.
            Penghormatan yang begitu besar yang diberikan masyarakat dan pemerintah kepada Ibnu Taimiyah membuat sebagian orang merasa iri dan berusaha untuk menjatuhkan dirinya. Sejarah mencatat bahwa sepanjang hidupnya, Ibnu Taimiyah telah menjalani masa tahanan sebanyak empat kali akibat fitnah yang dilontarkan para penentangnya.
            Selama dalam tahanan, Ibnu Taimiyah tidak pernah berhanti untuk menulis dan mengajar. Bahkan, ketika penguasa mencabut haknya untuk menulis dengan cara mengambil pena dan kertasnya, ia tetap menulis dengan menggunakan batu arang. Ibnu Taimiyah meninggal dunia didalam tahanan pada tanggal 26 September 1328 M (20 Dzul Qo’dah 728 H) setelah mengalami perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.

Pemikiran Ekonomi

            Pemikiran Ibnu Taimiyah banya diambil dari berbagai karya tulisnya, antara lain Majmu’Fatwa Syaikh al-Islam, as-Siyasah asy-Syar’iyyah fil Islhlah ar-Ra’I wa ar-Ra’iyah dsan al-Hisbah fi al-Islam.

1.      Harga yang Adil, Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga
a.      Harga yang Adil
Konsep harga yang adil pada hakekatnya telah ada dan digunakan sejak awal kehadiran Islam. Alquran sendiri sangat menekankan kedilan dalam setiap aspek kehidupan umat manusia.oleh karena itu, adalah hal yang wajar jika keadilan juga diwujudkan dalam aktivitas pasar, khususnya harga. Barkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw menggolongkan riba sebagai penjualan yang terlalu mahal yang melebihi kepercayaan para konsumen.
Istilah harga yang adil juga telah disebutkan dalam bebarapa hadits nabi dalam konteks kompensasi seorang pemilik, misalnya dalam kasus seorang majikan yang membebaskan budaknya. Sekalipun penggunaan istilah tersebut sudah ada sejak awal kehadiran islam, Ibnu Taimiyah tampaknya orang yang pertama kali menaruh perhatian khusus terhadap permasalahan harga yang adil. Dalam membahas persoalan yang berkaitan dengan harga, ia sering kali menggunakan dua istilah, yaitu kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-mitsl). Ia menyatakan, “kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan inilah esensi keadilan (nafs Al-adl) di tempat lain, ia membedakan antara dua jenis harga, yakni harga yang tidak adil dan dilarang serta harga yang adil dan disukai. Ibnu Taimiyah menganggap harga yang setara sebagai harga yang adil. Oleh karena itu, ia menggunakan kedua istilah ini secara bergantian.
Konsep Ibnu Taimiyah mengenai kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) tidak sama dengan harga yang adil (tsaman al-mitsl).persoalan tentang kompensasi yang adil atau setara (‘iwadh al-mitsl) muncul ketika mengupas persoalan kewajiban moral dan hokum. Menurutnya, prinsip-prinsip ini terkandung dalam beberapa kasus berikut. [2]
(a). Ketika seseorang harus bertanggung jawab karena membahayakan orang lain atau merusak harta atau keuntungan.
(b). Ketika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar kembali sejumlah barang atau keuntungan yang setara atau membayar ganti rugi terhadap luka-luka sebagian oran g. prinsip umum yang sama berlaku pada pembayaran iuran, kompensasi dan kewajiban finansial lainnya. Misalnya:
(a). Hadiah yang diberikan oleh Gubernur kepada orang-orang muslim, anak-anak yatim dan wakaf.
(b). Kompensasi oleh agen bisnis yang menjadi wakil unuk melakukan pembayaran kompensasi.
            Dalam mendefinisikan kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl), Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kesetaraan adalah jumlah yang sama dari objek khusus dimaksud, dalam pemakaian yang umum(urf). Hal ini juga terkait dengan tingkat harga (si’r) dan kebiasaan (‘adah), lebih jauh, ia mengemukakan bahwa evaluasi yang benar terhadap kompensasi yang adil didasarkan atas analogi dan taksiran dari barang tersebut dengan barang lain yang setara.
            Ibnu Taimiyah membedakan antara legal-etik dengan aspek ekonomi dari suatu harga yang adil. Ia menggunakan istilah kompensasi yang setara ketika menelaah dari sisi legal etik dan harga yang setara ketika meninjau dari aspek ekonomi. Ia menyatakan .
“sering kali terjadi ambiguitas dikalangan para fuquha dan mereka saling berdebat tentang karakteristikdari suatu harga yang setara, terutama yang berkaitan dengan jenis (jins) dan kuantitas (miqdar).
            Tentang perbedaan antara kompensasi yang setara dengan harga yang adil, ia menjelaskan, “Jumlah yang tertera dalam suatu akad ada dua macam. Pertama,jumlah yang telah dikenal baik dikalangan masyarakat. Jenis ini telah dapat diterima secara umum.kedua, jenis yang tidak lazim sebagai akibat dari adanya peningkatan atau penurunan kemauan(righbah) atau faktor lainnya. Hal ini dinyatakan sebagai harga yang setara.
            Tampak jelas bagi Ibnu Taimiyah  bahwa kompensasi yang setara itu relatif merupakan sebuah fenomena yang dapat bertahan lama akibat terbentuknya kebiasaan, sedangkan harga yang setara itu bervariasi, ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran serta dipengaruhi oleh kebutuhan dan keinginan masyarakat. Berbeda halnya dengan konsep kompensasi yang setara, persoalan harga yang adil muncul ketika menghadapi harga yang sebenarnya, pembelian dan pertukaran barang. Dalam mendefinisikan hal ini, ia menyatakan :
“Harga yang setara adalah harga standar yang berlaku ketika masyarakat menjual barang-barang dagangnnya dan secara umum dapat diterima sebagai sesuatu yang setara barang-barang tersebut atau barang-barang yang serupa pada waktu dan tempat yang khusus.
            Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa harga yang setara adalah harya yang dibentuk oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas, yakni pertemuan antara kekuatan permintaan dengan penawaran. Ia menggambarkan perubahan harga sebagai barikut :
“Jika penduduk menjual barang-barangnya secara normal (al-wajh al-ma’ruf) tanpa menggunakan cara-cara yang tidak adil kemudian harga tersebut meningkat karena pengaruh kelangkaan barang (yakni penurunan supply)atau karena peningkatan jumlah penduduk (yakni peningkatan demand) kenaikan harga-harga tersebut merupakan kehendak Allah swt, dalam kasus ini, memaksa penjual untuk menjual barang-barang mereka pada harga tertentu  adalah pemakasaan yang salah (ikrah bi ghairi haq)

.
b. Mekanisme Pasar
            Ibnu Taimiyah memiliki sebuah pemahaman yang jelas tentang bagaimana, dalam suatu pasar bebas, harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Ia menyatakan,
“Naik dan turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh kezaliman orang-orang tertentu. Terkadang, hal tersebut disebabkan oleh kekurangan produksi atau penurunan impor barang-barang yang diminta. Oleh karena itu, apabila permintaan naik dan penawaran turun, harga-harga naik. Di sisi lain, apabila persediaan barang meningkat dsan permintaan terhadapnya menurun, harga pun turun,kelangkaan atau kelimpahan ini bukan disebabkan oleh tindakan orang-orang tertentu. Ia bisa jadi disebabkan oleh sesuatu yang tidak mengandung kezaliman, atau tenkadang, ia juga bisa disebabkan oleh kezaliman. Hai ini adalah kemahakuasaan Allah yang telah menciptakan keinginan dihati manusia.
            Ibnu Taimiyah mencatat beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan serta konsekuensinya terhadap harga, yaitu: [3]
1.      Keinginan masyarakat (raghbah) terhadap berbagai jenis barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Perubahan ini sesuai dengan langka atau tidaknya barang-barang yagn dimint. Semakin sedikit jumlah suatu barang yang tersedia akan semakin diminati oleh masyarakat.
2.      Jumlah para peminat terhadap suatu barang. Jika jumlah masyarakat yang menginginkan suatu barang semakin banyak, harga barang tersebut akan semakin meningkat, dan begitu pula sebaliknya.
3.      Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang serta besar atau kecilnya tingkat dan ukuran kebutuhan. Apabila kebutuhan besar dan kuat, harga akan naik. Sebaliknya, jika kebutuhan kecil dan lemah, harga akan turun.
4.      Kualitas pembeli. Jika pembeli adalah seseorang yang kaya dan terpercaya dalam membayar utang, harga yang diberikan lebih rendah. Sebaliknya, harga yang diberikan lebih tinggi jika pembeli adalah seorang yang sedang bangkrut, suka mengulur-ulur pembayaran utang serta mengingkari utang.
5.      Jenis uang yang digunakan dalam transaksi. Harga akan lebih rendah jika pembayaran dilakukan dengan menggunakan uang yang umum dipakai daripada uang yang jarang dipakai.
6.      Tujuan transaksi yang menghendaki adanya kepemilikan resiprokal diantara kedua belah pihak. Harga suatu barang yang telah tersedia dipasaran lebih rendah daripada harga suatu barang yagn belum ada dipasaran. Begitu pula halnya harga akan lebih rendah jika pembayaran dilakukan secara tunai daripada pembayaran dilakukan secara angsuran.
7.      Besar kecilnya biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen atau penjual. Semakin besar biaya yang dibutuhkan oleh produsen atau penjual untuk menghasilkan atau memperoleh barang akan semakin tinggi pula harga yang diberikan, dan begitu pula sebaliknya.

b.      Regulasi Harga
Tujuan regulasi harga adalah untuk menegakan keadilan serta memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Ibnu Taimiyah membedakan dua jenis penetapan harga, yakni penetapan harga yang tidak adil  dan cacar hokum serta penetapan harga yang adil dan sah menurut hokum. Penerapan harga yang tidak adil dan cacat hokum adalah penetapan harga yang dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi akibat persaingan pasar bebas, yakni kelangkaan supply atau kenaikan demand.

2. Uang dan Kebijakan Moneter
a. Karakteristik dan Fungsi Uang
            secara khusus, Ibnu Taimiyah menyebutkan dua fungsi utama uang, yakni sebagai pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ia menyatakan,
“Atsaman dimaksudkan sebagai pengukur nilai barang-barang dapat diketahui dan uang tidak pernah dimaksudkan untuk diri mereka sendiri.
Berdasarkan pandangannya tersebut, Ibnu Taimiyah menentang keras segala bentuk perdagangan uang, karena hal ini berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang sebenarnya.
b. Penurunan Nilai Mata Uang
            Ibnu Taimiyah menentang keras terjadinya penerunan nilai mata uang dan pencetakan mata uang yang sangat banyak. Ia menyatakan,
“penguasa seharusnya mencetak fulus sesuai dengan nilai yang adil (proposional) atas transaksi masyarakat, tanpa menimbulkan kezaliman terhadap mereka.


c. Mata Uang yang Buruk akan Menyingkirkan Mata Uang yang baik
            Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa uang yang berkualitas buruk akan menyingkirkan mata uang yang berkualitas baik dari peredaraan. Ia menggambarkan hal ini sebagai berikut, [4]
”Apabila penguasa membatalkan penggunaan mata uang tertentu dan mencetak jenis mata uang yang lain bagi masyarakat, hal ini akan merugikan orang-orang kaya yang memiliki uang karena jatuhnya nilai uang lama menjadi hanya sebuah barang. Ia berarti telah melakukan kezaliman karena menghilangkan nilai tinggi yang semula mereka miliki. Lebih dari pada itu, apabila nilai intristik mata uang tersebut berbeda, hal ini akan menjadi sebuah sumber keuntungan bagi penjahat untuk mengumpulkan mata uang yang buruk dan menukarkannya dengan mata uang yang baik dan kemudian mereka akan membawanya kedaerah lain dan menukarkannya dengan mata uang yang buruk didaerah tersebut untuk dibawa kembali kedaerahnya. Dengan demikian, nilai barang-barang masyarakat akan menjadi hancur.


Analisis dan Relefansi Pemikiran Ibnu Taimiyah Dengan Konsep Sekarang
Dalam menangani kebijakan moneter, Ibnu Taimiyah telah memberikan kontribusi pemikirannya dengan konsep kesetaraan/keadilan. Keadaan yang memicu saat terjadinya moneter membuat keuangan Negara tidak stabil. Sama halnya dengan konsep yang terjadi sekarang, seketika harga dapat melonjak naik dan terkadang turun, aktivitas ekonomipun sudah cukup banyak, dan tentu tingkat terjadinya fluktuasi juga semakin tinggi.

1.    Mekanisme Pasar
Pada prinsipnya mekanisme pasar diartikan bahwa harga bergerak bebas sesuai hukum permintaan dan penawaran (supply and demand). Jika supply lebih besar dari demand, maka harga akan cenderung rendah. Begitupun jika demand lebih tinggi sementara supply terbatas, maka harga akan cenderung mengalami peningkatan.

Dalam implementasi sehari-hari belum bisa dipastikan kegiatan yang terbentuk di pasar apakah memang berjalan sesuai dengan mekanisme pasar yang wajar, tidak ada unsur intervensi, tidak ada unsur permainan oleh sekelompok kekuatan tertentu yang membentuk kartel dan sebagainya. Dalam pasar bebas misalnya, terkadang ada terjadinya saham yang diperdagangkan dengan perubahan harga yang cukup wajar. Wajar disini berarti fluktuasi harga yang terjadi berlangsung secara normal, tidak ekstrem. Tapi terkadang juga sering memperlihatkan ada saja saham-saham yang harganya bergerak secara ekstrem, naik secara mencolok atau turun secara drastis.
Fakta di pasar memang seringkali menunjukkan ada beberapa saham yang mencatat kenaikan harga sangat pesat tanpa didukung oleh informasi yang memadai. Kenaikan harga dapat mencapai di atas 50 % bahkan sampai melebihi 100 % hanya dalam waktu beberapa hari, kurang dari satu bulan. Kenaikan harga 50-100 % dalam tempo kurang dari satu bulan, tentu merupakan keuntungan yang menawan dan menggiurkan.[5]
Memahami mekanisme pasar pada aktifitas jual beli saham di pasar modal ini  bukanlah hal yang sederhana. Dibutuhkan kejelian dan kepekaan tinggi untuk melihat mana saham yang memang bergerak berdasarkan mekanisme pasar dan mana saham yang bergerak di luar mekanisme pasar. Disebut bergerak di luar mekanisme pasar karena fakta menunjukkan memang ada saham-saham tertentu yang pergerakannya dikendalikan oleh satu kekuatan tertentu meskipun hal itu sulit dibuktikan.
Saham seperti inilah yang harus diwaspadai oleh investor. Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku pengawas pasar tidak mungkin mengambil tindakan karena kenaikan harga saham tadi berlangsung dalam koridor pasar. Artinya, tidak ada aturan pasar yang dilanggar. Karena itu investor harus ekstra hati-hati melihat kenaikan harga saham yang tidak didukung oleh fakta material.



2.    Regulasi Harga
Sejak awal tahun 2010 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah mengingatkan bahwa tingginya harga sembako tidak boleh dibiarkan karena semakin memberatkan masyarakat, baik konsumen rumah tangga maupun Usaha Kebi dan Menengah (UKM). Harga sembako sejak awal tahun ini di lapangan tercatat, harga telur ayam, cabal merah, beras, dan gula tetap bertahan tinggi seperti akhir tahun lalu. Harga telur ayam rata-rata bertahan di level Rp. l5.500 per kilogram. Sementara beras kualitas medium rata-rata Rp. 5000 per kilogram, dan gula pasir rata-rata bertahan pada harga       Rp l4.000 per kilogram. Dibanding sebelumnya, harga beras dan gula pasir ini rata-rata naik Rp. l.000 sampai Rp. 2.000 per kilogram. Kenyataan tersebut bukan hanya ditemukan di pasar-pasar tradisional berbagai daerah di Jawa, melainkan juga di Lampung dan Sumbar. YLKI ketika itu mengingatkan bahwa pemerintah harus mengambil langkah cepat menangani kenaikan harga kebutuhan pokok ini
Melihat kondisi tersebut, Ada baiknya pemerintah mendengar berbagai saran maupun hasil kajian yang disampaikan banyak pengamat berkaitan dengan kerap terjadinya gejolak harga sembako yang berulangkali terjadi. Seiring dengan yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah, jika terjadinya ketidak stabilan harga dimana suatu komoditas kebutuhan pokok yang harganya naik akibat adanya manipulasi atau perubahan harga yang disebabkan oleh dorongan-dorongan monopoli, maka pemerintah harus menetapkan harga yang adil bagi penjual dan pembeli.
Kebijakan impor selama ini terbukti hanya menyelesaikan masalah sesaat. Dibutuhkan solusi jangka panjang untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi masyarakat. Kebijakan impor terbukti menciptakan ketidakstabilan harga kebutuhan pokok. Pemenuhan target produksi dan pembenahan disisi jalur distribusi seharusnya menjadi prioritas pemerintahan saat ini. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran untuk mempercepat peningkatan produksi dan pembenahan pasar domestik dibanding pemberian subsidi langsung untuk operasi pasar atau pasar murah.
Langkah tersebut diperlukan agar seluruh barang kebutuhan pokok bisa terpenuhi dari produksi dalam negeri. Dengan demikian, harga yang terjadi pastinya lebih stabil dan terjangkau oleh masyarakat, khususnya rakyat miskin yang tingkat perekonomiannya rendah.

3.    Kebijakan Moneter
Pada dasarnya, suatu kebijakan akan muncul apabila telah terjadinya suatu gejala yang dirasakan. Terjadinya infalasi misalnya, pada masa Ibnu Taimiyah inflasi timbul Karena adanya peredaran mata uang yang tidak seimbang, yaitu dengan pencetakan fulus yang nilai nominalnya tidak seimbang dengan kandungan logam, sehingga apabila dibelanjakan untuk emas dan perak, maupun barang-barang berharga lainnya, nilai mata uang tersebut menjadi menurun, dan akhirnya timbul inflasi. Sikap yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah menurut Ibnu Taimiyah adalah pencatakan fulus harus didasarkan pada keseimbangan volume fulus dengan proporsi jumlah transaksi yang terjadi, sehingga dapat terciptanya harga yang adil. Kemudian terhadap uang yang telah beredar dimasyarakat disarankan untuk tidak membatalkannya, bahkan Ibnu Taimiyah menyarankan untuk mencetak uang sesuai dengan nilai riilnya.
Pada keadaan sekarang timbulnya Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau desakan biaya produksi. Inflasi tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment. Inflasi desakan biaya terjadi akibat meningkatnya biaya produksi sehingga mengakibatkan harga produk-produk yang dihasilkan ikut naik. Untuk menanggulangi Inflasi tersebut maka Bank Sentral diberikan wewenang khusus oleh pemerintah. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa Bank Sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen, dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar Bank Sentral, termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa Bank Sentral yang kurang independen, salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian, sehingga dari intervensi tersebut akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank Sentral umumnya mengandalikan jumlah uang beredar atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, Bank Sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs), yang mana saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh Bank Sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.

 Kesimpulan
·         Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ulama-ulama klasik Islam telah tidak hanya berkutat pada agama dalam arti sebatas ritual keagamaan, akan tetapi telah menaruh perhatian pada masalah perekonomian masyarakat bahkan diindikasikan teori-teori ekonomi konvensional modern merupakan adopsi dari hasil pemikiran mereka (Islam). Gresham telah mengadopsi teori Ibnu Taymiyah tentang mata uang (curency) berkulitas buruk dan berkualitas baik.
·         Menurut Ibnu Taymiyah, uang berkualitas buruk akan menendang keluar uang yang berkualitas baik, contohnya fulus (mata uang tembaga) akan menendang keluar mata uang emas dan perak. Fungsi utama uang hanya sebagai alat tukar dalam transaksi (medium of exchange for transaction) dan sebagai satuan nilai (unit of account). Semua kebijakan tentang uang yang dibuat pemerintah harus dalam rangka untuk kesejahteraan masyarakat (maslahat). Pencetakan uang yang tidak didasarkan pada daya serap sektor riil dilarang, karena hanya akan meningkatkan inflasi dan menurunkan kesejahteraan masyarakat. Penimbunan uang dilarang, karena menyebabkan melambatnya perputaran uang yang berdampak pada turunnya jumlah produksi dan kenaikan harga-harga produk. Peleburan uang logam dilarang, karena akan mengurangi pasokan uang secara permanent yang berdampak pada kenaikan harga-harga produk.
·         Ibn Taimiyyah mempunyai kerangka pikir yang sejalan dalam pendapat yang menyatakan bahwa ekonomi syariah, baik sistem maupun hukumnya, merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pemerintahan dan ketatanegaran. Dari sini kita dapat melihat bahwa Ibn Taimiyah  mempunyai pemikiran yang mendalam terkait dengan ekonomi (syariah).
·         Ibnu Taimiyah tampaknya merupakan orang yang pertama kali menaruh perhatian khusus terhadap permasalahan harga yang adil. Dalam membahas persoalan yang berkaitan dengan harga, sering kali mengunakan dua istilah, yakni kompensasi yang setara (‘iwadh al-mistl) dan harga yang setara (tsman al-mistl).
·         Mengenai Regulasi harga, Ibn Taimiyah  membedakan dua jenis penetapan harga, yakni penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang adil dan sah menurut hukum. Penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum adalah penetapan harga yang dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi akibat persaingan pasar bebas, yakni kelangkaan suplly atau kenaikan demand.
·         Di pasar, masyarakat memiliki kebebasan sepenuhnya untuk masuk atau keluar pasar. Ibn Taimiyah mendukung peniadaan berbagai unsur monopolistik dari pasar dan, oleh karenanya, menentang segala bentuk kolusi yang terjadi di antara sekelompok pedagang dan pembeli atau pihak-pihak tertentu lainnya. Ia menekankan perlunya pengetahuan tentang pasar dan barang-barang dagangan, seperti transaksi jual beli yang bergantung pada kesempatan yang membutuhkan pengetahuan dan pemahaman.
·         Ibn Taimiyah mengutuk pemalsuan produk serta kecurangan dan penipuan dalam beriklan dan di saat yang bersamaan, mendukung homogenitas dan standarisasi produk. Ia memiliki konsep yang jelas tentang perilaku yang baik dan pasar yang tertib, dengan pengetahuan, kejujuran, aturan main yang adil, serta kebebasan memilih sebagai unsur-unsur dasar.
·         Namun, ketika dalam keadaan darurat, seperti terjadi bencana kelaparan, Ibn Taimiyah merekomendasikan kepada pemerintah agar melakukan penetapan harga serta memaksa para pedagang untuk menjual barang-barang kebutuhan dasar, seperti bahan makanan.






DAFTAR PUSTAKA

A.A. Islahi, 1988, Economic concepts of Ibn Taimiyah, London: the Islamic Foundation.

A.A. Islahi, 1997, Konsep Ekonomi Ibn Taimiyah, Cet 1, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset,.

Abdul Azim Islahi, Economic Copncept Of Ibn Taimiyah,Longman Malaysia, 1992

Azwar karim, Adiwarman, sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006, Ed. 3


Azwar, Adiwarman. 2001. Ekonimi Islam suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.

(Arab) Abu Ubaid. Al-Amwal (226). Dalam: Al-Maktabah asy-Syamilah [Internet]. [Tempat tidak diketahui]: Muassasah al-Maktabah asy-Syamilah; c2005‒2011 [diakses Desrmber 2012]. Tersedia dari: http://shamela.ws/browse.php/book-12999/page-225

Azwar, Adiwarman. 2001. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: International Insitute of Islamic Thought.

DR.H.RIDJALUDDIN.FN.,M.Ag, PERANAN EKONOMI ISLAM DALAM TEORI EKONOMI MODERN http://ekonomsyariah.wordpress.com/2011/12/16/peranan-ekonomi-islam-dalam-teori-ekonomi-modern-part-1/, 2012

Djamil, Fathurrahman, 1997, Filsafat Hukum Islam, cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta

Ensiklopedia Islam, Al-Amwal,  http://id.islam.wikia.com/wiki/Al-Amwal 2013


Siddiqi, Muhammad. 1986. Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: LIPPM.

Umar Chapra, The Future of Economics: An Islamic Perspective: Lanscap Baru Perekonomian Masa Depan. Penerjemah Sigit Pramono, (Jakarta: SEBI, 2001

Berbagai sumber



[1] Adiwarman Azwar karim, sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006), Ed. 3., hlm. 351.
[2] Abdul Azim Islahi, Economic Copncept Of Ibn Taimiyah,Longman Malaysia, 1992 halaman  121
[3] [3] Abdul Azim Islahi, Economic Copncept Of Ibn Taimiyah,Longman Malaysia, 1992 halaman  126

[4]  Abdul Azim Islahi, Economic Copncept Of Ibn Taimiyah,Longman Malaysia, 1992 halaman  135


Share:
PEMBACA YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN PESAN ;)

Tes iklan

Category

Contact Form

Name

Email *

Message *

Followers

SUBSCRIBE Yaa

Blue Generation (IKRH 619)

Blue Generation (IKRH 619)

Batman Begins - Diagonal Resize 2

About Me