PERANAN MASJID DALAM PENGEMBANGAN EKONOI ISLAM: SEBUAH KEBIJAKAN EKONOMI ZAMAN RASULULLAH
Abd Hamid Syarif
s.1014.215
Mata Kuliah:
Mikro Ekonom Islam
Ekonomi Islam Angkatan 10 tahun 2012-2013
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam TAZKIA
PERANAN MASJID DALAM PENGEMBANGAN EKONOI ISLAM: SEBUAH KEBIJAKAN EKONOMI ZAMAN RASULULLAH
Abstract
When rasulullah migrated to Madinah, upon arrival he immediately build a mosque which will be build as the center of islam. Among them: religious, economic, military, and is usedas a warformation, etc. In economic terms,its shown with the construction of Baitul-mal as a meansmuamalah activityat that time and continued untilthe reignkhulafaurrasyidin. At that era, masque is the center of all the activity of islam. a much of policy is maked in mosque. This paperaims toreview the role ofthe optimization of the mosquewhich hasbecome the basis ofthe development of Islam.at the last of the desriptoin of this paper, the writer try to apply the policy of Rasulullah and Khalifah in this century.
Keyword: mosque, optimalization function of musque, muamalah.
BAB I
Pendahuluan
1.1 latar belakang
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah saat hijrah pertama kali ke Madinah adalah membangun masjid yang dimana akan digunakan sebagai pusat kegiatan ummat islam, salah satunya adalah kegiatan ekonomi. Pada periode madinah, tugas besar Rasulullah adalah melakukan pembinaan terhadap masyarakat muslim Madinah yang baru terbentuk. Lebih jelas lagi bahwa Rasulullah sangat memperhatikan masalah ekonomi umat Islam adalah ketika Islam telah memiliki sebuah wilayah. Seperti di madinah mrupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi. Oleh karena itu peletakann dasar-dasar sistem ekonomi yang diletakkan oleh rasulullah merupakan langkah yang sangat tepat dan signifikan sehingga islam sebagai sebuah agama yang dan negara dapat berkembang pesat dalam waktu yang relatif singkat.
Kegiatan ekonomi merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.Pada zaman pemerintahan Rasulullah, masjid digunakan sebagai pusat pemerintahan islam dan melakuakan banyak hal di masjid mulai dari kegiatan ibadah, ekonomi, politik, militer dan lainnya. Masjid merupakan sebuah tempat yang mempunyai arti penting bagi ummat muslim seluruh dunia. Kata masjidberasal bahasa arab dari akar kata سجّد – يسجّد – سجودا yang berarti tunduk, patuh, ta’at dengan penuh ta’zim dan hormat. Banyak hal dilakukan oleh rasulullah melalui masjid diantaranya: menentukan strategi perang, menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi, meberikan pendidikan agama kepada kaum muslimin dan lainnya. Di masjid pula Nabi memberi pengarahan dan instruksi kepada para tentara yang akan dikirim ke suatu tempat untuk berperang. Dari segi ekonomi, peranan masjid terlihat melalui adanya baitul mal yang dibangun oleh rasulullah lalu kemudian menghimpun harta dari orang-orang kaya lalu kemudian mendistribusikannya. Tidak hanya itu, Rasulullah juga mulai mengembangkan kota madinah dengan prinsip-prinsip ekonomi yang diambilnya.
Upaya mengentas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan sosial yang dikeluarkan Rasulullah saw Masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam, di masa Rasulullah telah difungsikan selain sebagai pusat ibadah juga sebagai pusat komando operasi militer, pemerintahan dan pusat perekonomian. Di masa ini Rasulullah, masjid dijadikan sebagai pusat penerimaan dan pendistirbusian zakat serta keuangan lainnya.
Oleh karena itu peranan rasulullah saat itu sangat banyak yakni sebagai pimpinan masyarakat, perancang perekonomian, pemimpin politik, pimpinan militer, dll. Pada paper ini, penulis hanya akan menjelaskan mengenai optimalisasi pernan masjid dari segi muamalah (ekonomi) yang telah dipraktikkan pada zaman rasulullah sampai pada pemerintahan Khulafaurrasyidin dan bagaimana implikasinya pada zaman ini.
1.2 Rumusan Masalah
- Model pengembangan ekonomi melalui Masjid.
- Peranan masjid sebagai sarana dakwah ekonomi islam.
- Model perekonomian zaman Rasulullah.
- Kebijakan-kebijakan fiskal yang diterapkan pada zaman Rasulullah.
- Studi kasus tentang praktik kebijakan rasulullah pada zaman ini Relevansi kebijakan rasulullah pada zaman ini.
1.3 Tujuan penelitian
Melihat begitu besarnya peranan masjid pada zaman rasulullah, penulis merasa perlu untuk sedikit mengulas tentang peranan dan optimalisasi fungsi masjid sebagai sarana pengembangan aspek kehidupan tertama dalam hal ekonomi seperti apa yang telah dipraktikkan pada zaman rasulullah dulu dan bagaimana relavansinya di zaman sekarang ini baik kebijakan maupun sistem yang telah dipraktikkan Rasulullah.
BAB II
Pembahasan
2.1 Model pengembangan ekonomi melalui Masjid.
Melihat apa yang dilakukan oleh rasulullah yakni denga mengeluarkan kebijakan Pembangunan masjid sebagai sentra kegiatan islam dalam segala aspek baik muamalah, siasah dll Merupakan salah satu bentuk atau model pembangunan ekonomi yang dicontohkan oleh rasulullah saat itu. Hal ini menjadi salah satu hal yang menarik untuk dibahas dimana masjid digunakan sebagai sentra kegiatan muamalah.
Pada dasarnya penggunaan masjid sebagai dasar pembangunan sistem ekonomi yang berbasis keislaman merupakan suatu hal yang sangat tepat untuk dilakukan. Pada zaman rasulullah masjid juga digunakan sebagai sarana pembelajaran untuk mendalami ilmu-ilmu keislaman dan menguatkan ukhwah dan jamiah islamiah diantara kaum mulimin muhajirin dan anshar pada saat itu. Jika dikorelasikan antara peranan masjid dan pengembangan ekonomi islam, maka masjid akan digunakan sebagai penguat pondasi-pondasi keislaman dan pembelajaran tentang teori-teori muamalah sebelum diterapkan di dunia rill. Masjid mempunyai fungsi yang vital dalam pembentukan karakter ekonom yang robbani sehingga sistem ekonomi yang islami tersebut bisa dijalankan secara sempurna. Dari segi perekonomian secara individu, msjid bisa digunakan sebagai sarana pengembangan pengetahuan dalam hal keislaman dan atau ekonomi secara khususnyaguna mendapatkan makna-makna muamalah secara mendalam, baik teori maupun praktiknya di dunia rill. Jika dipandang secara masal atau dalam skub kenegaraan, masjid bisa dimanfaatkan sebagai sarana diskusi slama menentukan kebijakan muamalah kenegaraan guna mendapatkan hasil yang maksimal dan untuk meminimalisir kethidak adilan dalam pengambilan kebijakan. Tentu hal ini harus ditopang denga keimanan yang kuat.
2.2 Peranan masjid sebagai sarana dakwah ekonomi islam.
Kalau disebut bahwa pada zaman nabi terdapat Negara islam, maka yang pertama kita ingat adalah kota yastrib. Kota ini kemudian berganti nama menjadi Madinat al_nabi yang kemudian popular dengan sebutan Madinah. Pada awal pembentukan Negara islam di Madinah (yastrib) oleh rasulullah SAW, hal yang pertama yang menjadi kebijakan rasulullah adalah pembangunan masjid sebagai tempat ibadah, menguatkan rasa persaudaraan dan ikatan jamaah islamiah, mendalami ajaran-ajaran islam dan sentra pengembangan dan pembangunan Negara dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan. Pemikiran Ekonomi Islam diawali sejak Nabi Muhammad saw diutus sebagai seorang Rasul (utusan Allah). Rasulullah saw mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah). Permasalahan ini menjadi salah satu pusat perhatian utama Rasulullah saw, karena merupakan pilar keimanan yang penting. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah saw bersabda, “Kemiskinan membawa orang kepada kekafiran”.
Sudah pasti, upaya mengentas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan sosial yang dikeluarkan Rasulullah saw. Lebih jelas lagi bahwa Rasulullah sangat memperhatikan perihal ekonomi umat Islam adalah ketika Islam telah memiliki sebuah wilayah, yakni Madinah. Masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam, di masa Rasulullah telah difungsikan selain sebagai pusat ibadah (ritual) juga sebagai pusat komando operasi militer, pemerintahan dan pusat perekonomian. Di masa ini Rasulullah menjadikan masjid sebagai pusat penerimaan dan pendistirbusian zakat serta keuangan lainnya.
2.3 Model perekonomian zaman Rasulullah.
Sumber Pendapatan Primer merupakan pendapatan utama bagi negara di masa Rasulullah saw adalah zakat dan ushr. Keduanya berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilar Islam. Pengeluaran untuk keduanya sudah diuraikan secara jelas dan eksplisit di dalam al-Qur’an surat at-Taubah (9) ayat 60. Dan pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum negara. Lebih jauh lagi zakat secara fundamental adalah pajak lokal.
Menurut Bukhari, Rasulullah saw berkata kepada Muadz, ketika ia mengirimnya ke Yaman sebagai pengumpul dan pemberi zakat: “…Katakalah kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk membayar zakat yang akan diambil dari orang kaya diantara mereka dan memberikannya kepada orang miskin diantara mereka.” Demikianlah pemerintah pusat berhak menerima keuntungan hanya bila terjadi surplus yang tidak dapat didistribusikan lagi kepada orang-orang yang berhak, dan ditambah kekayaan yang dikumpulkan di Madinah, ibu kota negara. Dan, pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:
1. Benda logam yang terbuiat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya;
2. Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya.
3. Binatang ternak unta.
4. Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
5. Hasil pertanian termasuk buah-buahan, Luqta, harta benda yang ditingalkan musuh, barang temuan.
Sumber-sumber pendapatan sekunder yang menjadi sumber pendapatan negara pada zaman pemerintahan rasulullah adalah:
- Uang tebusan untuk para tawanan perang, hanya dalam kasus perang Badar pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang.
- Pinjaman-pinjaman setelah menaklukan kota Mekkah untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslim dari Judhayma atau sebelum pertempuran Hawazin 30.000 dirham (20.000 dirham menuerut Bukhari) dari Abdullah bin Rabiah dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah.
- Khumus atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam.
- Amwal Fadhla, berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggalkan tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
- Wakaf, harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang disebabkan Allah dan pendapatannya akan didepositkan di Baitul Maal.
- Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang Tabuk.
- Zakat fitrah, zakat yang ditarik di masa bulan Ramadhan dan dibagi sebelum sholat Idhul Fitri.
- Shadaqah, seperti kurban dan kaffarat.
2.4 Kebijakan-kebijakan fiskal yang diterapkan pada zaman Rasulullah.
Kota Yatsrib yang sekarang menjadi kota Madinah, dahulu mangalami masa-masa sulit sebelum Islam datang. Dakwah Rasulullah di kota Makkah mendapatkan banyak tantangan dan rintangan, kemudian Rasulullah berhijrah dari Makkah ke Madinah. Dengan kekuasaan Allah SWT dakwah Rasulullah SAW disana dimudahkan oleh Allah SWT. Langkah awal yang dilakukan Rasulullah dalam memperbaiki keadaan tersebut adalah membangun masjid, merehabilitasi kaum muhajjirin dengan mempersaudarakan mereka dengan kaum anshar, membuat konstitusi negara, dan meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Al-Qur’an yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan keadilan. Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah SAW berakar dari prinsip-prinsip Al-qur’an. Dalam Islam, kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan antara dunia dan akhirat, keduanya merupakan satu kesatuan. Begitu juga dengan kehidupan manusia, Allah SWT tidak memerintahkan manusia untuk memisahkan kehidupannya antara dunia dan akhirat.
Beberapa contoh kebijakan fiskal zaman Rasulullah.
a. Kebijakan Pengeluaran (Government Spending)
Kegiatan yang menambah pengeluaran negara mempunyai dampak tertentu pada kehidupan sosio-ekonomi masyarakat. Berbeda dengan kitab-kitab agama lain, kitab suci al-Qur`an telah menetapkan perintah-perintah yang sangat jelas mengenai kebijakan negara tentang pengeluaran pendapatan negara. Al-Qur`an telah mentapkan suatu kebijakan pengeluaran yang luas untuk distribusi kekayaan berimbang di antara berbagai lapisan masyarakat.
Kebijakan fiskal dan anggaran belanja dalam Islam memliki prinsip bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distrubusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama. Dari semua kitab agama masa dahulu, Al-Qur`an-lah satu-satunya kitab yang meletakkan perintah yang tepat tentang kebijakan negara mengenai pengeluaran pendapatan. Kegiatan-kegiatan yang menambah pengeluaran dan yang menarik penghasilan negara harus digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial tertentu dalam kerangka umum Hukum Islam seperti ditetapkan dalam al-Qur`an dan Sunnah.
Sejalan dengan adanya suatu perekonomian. Untuk lebih berkembangnya suatu perekonomian perlu adanya suatu kebijakan-kebijakan yang diadakan oleh pemerintah, baik itu tindakan maupun strategi supaya ekonomi yang sedang berjalan diupayakan terus maju, tanpa adanya suatu kelemahan ekonomi yang mengakibatkan terjadinya inflasi, pengangguran dan lain sebagainya. Tetapi apabila pendapatan pemerintah berkurang maka pemerintah juga harus mengurangi pengeluaran. Singkatnya orang berpandangan bahwa pemerintah haruslah menjalankan kebijakan fiskal seimbang atau anggaran belanja seimbang, yaitu pengeluaran haruslah sesuai atau sama dengan pendapatanya.
Pada masa pemerintahannya, Rasulullah menanamkan prinsip saling membantu (taawwun) terhadap kebutuhan saudaranya selama memimpin di mekah. Setelah Rasulullah di Madinah, dalam waktu yang singkat Madinah mengalami pertumbuhan yang cepat. Dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan dan organisasi, membangun intitusi-intitusi, mengarahkan urusan luar negeri, membimbing para sahabatnya dalam memimpin dan pada akhirnya melepaskan jabatanya secara penuh.
Sebagai kepala Negara yang baru terbentuk, ada beberapa hal yang segera mendapat perhatian beliau, seperti :
- Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya,
- Merehabilitasi Muhajjirin Mekkah di Madinah,
- Menciptakan kedamaian dalam Negara,
- mengeluarkan hak dan kewajiban bagi waga negaranya,
- membuat konstitusi Negara,
- menyusun system pertahanan madinah,
- meletakan dasar-dasar sistem keuangan Negara.
Bersamaan dengan persyariatan zakat, pemasukan lainpun mulai terlembagakan, mulai dari ghonimah perang Badar, kemudian perang-perang berikutnya. Pemasukan lainya yang dilembagakan adalah jizyah.
Rasulullah_pun mengkhususkan area untuk kemaslahatan umum, seperti tempat penggembalaan kuda-kuda perang, bahkan menentukan beberapa orang petugas untuk menjaga harta kekayaan negara seperti kekayaan hasil bumi khaibar yang dipercayakan kepada Abdullah bin Rawahah, sedangkan tugas penjagaan baitul maal dan
pendistribusiaanya di amanahkan kepada Abi Rafi’ dan bilal, sementara ternak
pembayaran zakat diamanahkan kepada salah seorang dari Bani Giffar.
pendistribusiaanya di amanahkan kepada Abi Rafi’ dan bilal, sementara ternak
pembayaran zakat diamanahkan kepada salah seorang dari Bani Giffar.
Ada empat langkah yang dilakukan Nabi SAW:
- Peningkatan pendapatan rasional dan tingkat partisipasi kerja . Rasulullah
melakukan kebijakan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Yang
menyebabkan terjadinya distribusi pendapatan dari kaum Anshar ke Muhajirin yang
berimplikasi pada peningkatan permintaan total di Madinah. - Kebijakan Pajak. Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan Rasulullah saw,
seperti kharaj, khums, dan zakat, menyebabkan terciptanya kestabilan harga dan
mengurangi tingkat inflasi. - Anggaran. Pengaturan APBN yang dilakukan Rasulullah saw secara cermat, efektif
dan efisien, menyebabkan jarang terjadinya defisit anggaran meskipun sering
terjadi peperangan. - Kebijakan Fiskal Khusus. Rasulullah saw menerapkan beberapa kebijakan fiskal
secara khusus untuk pengeluaran negara, yaitu: meminta bantuan kaum muslimin
secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslimin; meminjam peralatan dari kaum non-Muslim secara cuma-cuma dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi bila terjadi kerusakan; meminjan uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada para muallaf; serta menerapkan kebijakan insentif untuk
menjaga pengeluaran dan meningkatkan partisipasi kerja dan produksi kaum
muslimin.
Kebijakan Anggaran Belanja
Di zaman Rasulullah saw sisi penerimaan APBN terdiri dari kharaj (sejenis pajak tanah), zakat, kums (pajak 1/5), jizya (sejenis pajak atas badan orang nonmuslim), dan penerimaan lain-lain (diantaranya kaffarah/denda). Sedangkan pengeluaran terdiri dari pengeluaran untuk kepentingan dakwah, pendidikan dan kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan belanja pegawai. Penerimaan zakat dan kums dihitung secara proporsional, berdasar prensentase, bukan nilai nominal, sehingga ia akan menstabilkan harga dan menekan inflasi ketika permintaan agregat lebih besar daripada penawaran agregat. Sistem zakat perniagaan tidak akan mempengaruhi harga dan jumlah penawaran karena zakat dihitung dari hasil usaha. Di zaman kekhalifahan begitu banyak contoh nyata pengelolaan dana rakyat yang baik di zaman Umar ibn Khattab penerimaan baitul mal mencapai 160 juta Dirham. Di sisi pengeluaran, Umar memerintahkan Amr bin Ash, gubernur Mesir, untuk membelanjakan sepertiga APBN untuk membangun infrastruktur.
b. Kebijakan Pemasukan (Government Income)
Tidak diragukan bahwa terdapat elastisitas yang besar dalam sistem keuangan negara dan perpajakan Islam. Hal ini dapat disebabkan, karena al-Qur`an tidak menyebutkan tentang biaya yang dikenakan pada berbagai milik kaum muslimin dan juga karena sejarah administrasi keuangan Islam itu sendiri. Sejauh mengenai aspek keuangan administrasi, dapat kita lihat suatu evolusi secara berangsur-angsur, mulai dengan bujukan dan anjuran sampai pada memberlakukan kewajiban dan tugas yang dilaksanakan dengan segala kekuasaan yang dapat dimiliki masyarakat. Sistem perpajakan Islam harus menjamin bahwa hanya golongan kaya dan golongan makmur yang mempunyai kelebihanlah yang memikul beban utama perpajakan.
Kebijakan Ekonomi Zaman Modern
Di masa Nabi Rasulullah Saw kebijakan anggaran sangat sederhana dan tidak serumit sistem anggaran modern. Anggaran modern merupakan suatu campuran rumit antara rencana dan proyek yang harus dilaksanakan dimasa depan, maupun melenyapkan kesulitan dan rintangan yang terdapat pada jalan pertumbuhan ekonomi negara. Negara Islam modern harus menerima konsep anggaran modern dengan perbedaan pokok dalam hal penanganan defisit anggaran. Negara Islam dewasa ini harus mulai dengan pengeluaran yang mutlak diperlukan dan mencari jalan dengan cara-cara untuk mencapainya, baik dengan rasionalisasi struktur pajak atau dengan mengambil kredit dari sistem perbankan atau dari luar negeri. Oleh karena itu, di dalam Islam tidak mengenal pembuatan anggaran belanja negara tahunan, sebagaimana yang terdapat dalam demokrasi. Dari sinilah, maka anggaran belanja negara Islam tidak dibuat dalam bentuk tahunan, meskipun negara Islam mempunyai anggaran belanja tetap yang bab-babnya telah ditetapkan oleh syara’ mengikuti pendapatan dan pengeluaranya.
2.5 Studi kasus tentang praktik kebijakan rasulullah dan Relevansi kebijakan rasulullah pada zaman ini.
kebijakan ekonomi yang telah diterapkan pada zaman rasulullah belum tentu bisa dilaksanakan pada zaman sekarang ini karena faktor-faktor tertentu seperti harta rampasan perang dll. Seperti halnya jizya yang digunakan sebagai salah satu instrumen kebijakan Fiskal pada zaman rasulullah. Jika diterapkan pada zaman tentu menjadi hal yang asing di telinga masyarakat karena pada praktiknya jizya merupakan upah atau pajak perlindungan bagi kaum non-muslim pada zaman itu. Lain halnya dengan zaman sekarang ini dimana terdapat kebebasan dalam setiap individu.
Akan tetapi masih banyak kebijakan fiskal yang telah dicontohkan rasulullah yang bisa kita terapkan pada zaman in seperti Zakat, Kharraj, Khums dll. Dewasa ini zakat merupakan salah satu pembahasan yang hangat dikalangan masyarakat dalam penerapannya sebagai salah satu sumber APBN yang kemudian dikaitkan dengan pajak. Di indonesia, potensi zakat yang begitu besar menjadi salah satu alasan para kaum intelek untuk membahas zakat sebagai salah satu aspek pendapatan negara. Akan tetapi potensi zakat yang begitu besar masih belum bisa dioptimalkan pengumpulannya. Sehingga jumlah zakat yang begitu besar itu hanya bisa terkumpul sekitar 30% saja.
Kebijakan rasulullah kedua yang bisa diterapkan sebagai salah satu kebijakan fiskal negara adalah Kharraj atau di indonesia disebut dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PBB ini merupakan salah satu objek pendapatan negara yang mampu menpang anggaran negara. Akan tetapi banyak kalangan memandang kebijakan islam dalam bidang fiskal dipandang sebelah mata. Masih banyak yang beranggapan bahwa islamhanya sebatas wahana spirtual saja. Akan tetapi islam sebagai agama yang bersifat universal menyangkut tetntang segala aspek kehidupan, bukan hanya ibadah dan muamalah tapi juga siyasah syariyyah dan segala karena itu kehidupan. Oleh karena itu pndangan terhadap islam yang sempit itu harus dihilangakn dan merubah paradigma tersebut.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Jika kita melihat praktik ekonomi yang dicontohkan oleh rasulullah maka untuk mencapai hasil pengembangan ekonmi yang berbasiskan masjid harus mempunyai pemahaman yang sama tentang pentingnya peranan masjid dan tentu membutuhkan sosialisai agar bisa diteima oleh semua kalangan. Hal ini akan sangat mendukung terhadap perkembangan ekonomi islam kedepannya. Pentingnya peranan masjid ini digambarkan oleh rasulullah sesaat setelah beliau tiba di madinah yakni menentukan kebijakan pembangunan masjid yang dinamak masjid Quba sebagai sentral kegiatan islam pada zaman rasul.
Daftar pustaka
- An- Nahbani, Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Persfektif Islam, 1996, Risalah Gusti, Surabaya
- Azwar Karim, Adiwarma,.Edisi III Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2004, PT. Grafindo Persada, Jakarta
- Azwar karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2002, The International Institute of Islamic Thought, Indonesia