Terima kasih

Terima kasih sudah berkunjung di blog saya ;)

Monday, December 30, 2013

PENGELOLAAN DAN PENGUKURAN RISIKO KREDIT




PENGELOLAAN DAN PENGUKURAN RISIKO KREDIT



KATA PENGANTAR


Alhamdulillahirabbil’alamin , segala puji dan  syukur tak henti-hentinya marilah kita ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunianya kepada kita semua. Shalawat serta salam  tidak lupa penulis ucapkan teruntuk  Nabi Muhammad  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  (SAW)  yang telah menjadi suri tauladan kita semua sebagai umat Muslim.
Berkat izin Allah, Alhamdulillahpenulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Pengelolaan dan Pengukuran Risiko Kredit. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Ferry Ardiansyah selaku dosen yang selalu membimbing dan memberi dukungan.
Penulis  teramat sadar bahwa dalam proses penulisan maupun penyampaian dalam makalah ini banyak kesalahan, meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini bisa lebih baik kedepannya. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca terutama bagi penulis sendiri.  


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar kata “risiko” dan sudah banyak dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Risiko merupakan bagian dari kehidupan kerja individual maupun organisasi. Berbagai macam risiko, seperti risiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain di jalan, risiko terkena banjir di musim hujan, dan sebagainya, yang dapat menyebabkan kita menanggung kerugian jika risiko-risiko tersebut tidak dapat diantisipasi dari awal.
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian, ini terjadi karena kurang atau bahkan tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Dalam beberapa tahun terakhir, manajemen risiko menjadi trend utama baik dalam perbincangan, praktik, maupun pelatihan kerja. Hal ini secara konkrit menunjukan pentingnya manajemen risiko dalam bisnis pada masa kini.
Risiko kredit atau dalam bahasa asing disebut credit risk adalah suatu potensi kerugian yang disebabkan oleh ketidak mampuan (gagal bayar) dari debitur atas kewajiban pembayaran hutangnya baik utang pokok maupun bunga, bisa juga keduanya. Risiko kredit merupakan risko yang paling signifikan dari semua risiko yang menyebabkan potensial. Hal ini terjadi karena risiko kredit adalah risiko yang terjadi karena kegagalan debitur, yang menyebabkan tak terpenuhinya kewajiban untuk membayar hutang. Secara garis besar, risko kredit dapat dibagi menjadi 3 (tiga) : risiko default,risiko exposure, dan risko recovery. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas Bank, antara lain: pemberian kredit, transaksi derivative, perdagangan instrument keuangan, serta aktivitas Bank yang lain, termasuk yang tercatat dalam banking book maupun trading.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 .Defenisi Risiko Kredit
a.      Risiko Kredit secara Umum
Risiko kredit adalah risiko bahwa debitur atau pembeli secara kredit tidak dapat membayar hutang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan atau turunnya kualitas debitur atau pembeli sehingga persepsi mengenai kemungkinan gagal bayar semakin tinggi. Ini mengandung pengertian, resiko kredit suatu perusahaan berarti juga kemampuan kemampuan perusahaan debitur. Oleh karena itu, mengukukr risiko kredit selalu dikaitkan dengan nilai nominal risiko dan kualitas dari risiko. Keduanya menentukan kebijakan perusahaan dalam memberi kredit (Bramantyo Djohanputro, MBA, Ph.D)

b.      Risiko Kredit dalam Syariah
Kredit dalam fiqih Mu’amalah disebut Qard yang sebagian para ulama berpendapat bahwa kredit atau Qard adalah suatu transaksi atau perikatan antara pihak kreditur (pemberi pinjaman ) dengan debitur (penerima pinjaman) berupa uang atau barang yang merupakan suatu jenis pinjaman pendahuluan untuk kepentingan, yang mana peminjam dengan maksud akan mengembalikan yang semisal sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati, misalnya satu minngu, satu bulan, enam bulan atau satu tahun.

c.       Risiko kredit menurut Undang-Undang  
kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (UU Perbankan Pasal 1 Angka 11 UU 10/1998).

2.2  Pengukuran  Risiko
Pengukuran risiko dibutuhkan sebagai tolak ukur untuk memahami signifikansi dari kerugian  yang akan ditimbulkan oleh suatu resiko kredit. Ada beberapa tekhnik yang digunakan untuk pengukuran risiko kredit, antara lain:
1.      Dimensi risiko kredit
Signifikansi suatu risiko dengan melakukan pengukuran 2 dimensi dapat dilihat dari skema di bawah ini:
 SHAPE  \* MERGEFORMAT
Ekposur kredit

Kualitas risiko kredit

Kualitas risko kredit
Dimensi risiko kredit
Probabilitas gagal bayar
Kualitas jaminan
Probabilitas likuiditas jaminan


Gambar2.2 Dimensi risko : kuantitas dan kualitas
2.      Analisis GAP
GAP model fokus pada pengelolaan pendapatan bunga bersih selama interval waktu yangberbeda. GAP merupakan dampak terhadap pendapatan bersih akibat perubahan tingkat bunga. Jika GAP positif, maka tingkat aktiva sensitive melebihi kewajiban. Implikasinya adalah bahwa kenaikan tingkat suku bunga masa depan akan meningkatkan pendapatan bunga bersih sebagai perubahan pendapatan bunga lebih besar dari perubahan beban bunga.
3.      Pendekatan VAR
Risiko diukur berdasarkan keerugian maksimum yang bisa terjadi pada suatu aset atau investasi selama periode tertentu, dengan tingkat keyakinan (level of confidence) tertentu. Untuk mengukur risiko dengan VAR, diperlukan data standar deviasi dan skor Z dari tabel distribusi normal.
Contoh: diketahui standar deviasi dari suatu aset adalah bernilai Rp. 1 juta adalah 2.4%.  Pada tingkat keyakinan 95%, skor Z-nya adalah 1.645. maka besarnya risiko (dalam nilai Z) adalah 0.024 x 1.645 = 0.040. jika nilai Z tersebut dikembalikan ke nilai awalnya menjadi 0.40 x Rp. 1 jt = Rp. 40.000

2.3.Pengelolaan Risiko Kredit


A.     Menciptakan Lingkungan  Resiko Kredit yang Memadai


1.      Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi

      Dewan komisaris dan direksi bertanggung jawab sebagai pemberi persetujuan akhir dan utama atas strategi kebijakan, prosedur dan limit yang bertalian dengan Resiko Kredit. Komisaris dan direksi memastikan bahwa semuanya itu sesuai dengan kegiatan usaha Bank, serta melakukan pengkajian berkala sekurangnya setahun sekali atas hal-hal tersebut.
2.      Strategi Kredit
Strategi Resiko Kredit harus mencakup pernyataan bahwa untuk mencapai pertumbuhan usaha yang diharapkan, Bank berminat pada jenis kredit, sector ekonomi, lokasi geiografis, jenis mata uang, jangka waktu, dan keuntungan yang  diharapkan, dan kebutuhan untuk memelihara KAP. Harus ditetapkan hubungan yang dapat diterima antara Resiko dan imbal hasilnya dengan memperhatikan sumber daya dan modal yang diperlukan.
3.      Strategi penetapan suku  bunga kredit
Salah satu cara memberikan  risiko kredit yang rendah yaitu dengan memberikan bunga kredit yang lebih rendah kepada debitur, sehingga risiko yang dimiliki juga rendah. dan tingkat resiko dari arus kas mendatang tersebut.

B.      Kebijakan dan Prosedur Pemberian Kredit yang Lengkap dan Mutakhir
 Manual kebijakan kredit bank sekurangnya harus memuat alat control seperti cakupan pemberian kredit, standar penetapan rating kredit, jenis fasilitas yang ditawarkan, batas atas untuk total portofolio kredit, pedoman pengelolaan portofolio kredit, batas maksimum kewenangan, limit-limit persyaratan krediit, syarat permohonan kredit, jenis kredit yang tidak diinginkan bank, persyaratan atau criteria jaminan kredit, standar penilaian koleteral dan prasyarat bagi penilai, struktur penetapan bunga pinjaman, standar analisis kredit dan dokumentasi kredit secara legal, dan fungsi Loan Review. Sedangkan Prosedur kredit harus menekankan semakin besar limit atau makin lama jangka waktu pinjaman waktu kredit, semakin besar pula resiko yang akan terjadi.
C.      Proses Identifikasi, Pengukuran, Pengendalian Resiko Kredit Secara Efektif
1.      Identfikasi Resiko Kredit
Yang perlu diperhatikan dalam proses mengidentifikasi dan menindaklajuti Resiko Kredit :
·         Melakukan analisis lingkungan
·         Menilai fasilitas kredit secara satu persatu dari berbagai sudut
·         Mengkaji ulang resiko konsentrasi portofolio kredit secara seksama
·         Menilai dan membandingkan Net Interest Margin(NIM) dengan pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR)
2.      Mengukur resiko Kredit
Hal yang perlu diperhatikan dalam, mengukur resiko kredit adalah:
a.      Karakteristik setiap jenis kredit, kondisi keuangan debitur, serta struktur kredit yang diperjanjikan dalam kontrak.
b.      Potensi terjadinya kegagalan membayar, yang menggunakan scenario paling mungkin paling buruk.
c.       Besarnya kerugian yang ditimbulkan apabila gagal bayar tersebut terjadi.
d.      Aspek jaminan dan marketability-nya.
e.      Kesiapan dan kemampuan bank dalam menyerap potensi kegagalan yang diperkirakan.
3.      Menanggapi Resiko
Dalam hal ini memerlukan beberapa teknik mitigasi resiko yang normal diterapkan seperti : penambahan kolateral, garansi, standby L/C, masuk ke pengaturan netting., menyusun perjanjian yang lebih ketat, atau pemakaian derivative kredit serta instrument lindung nilai (hedging) lainnya.
Untuk menentukan teknik mitigasi yang digunakan, bank perlu mempertimbangkan pengetahuan dan pengalaman menggunakan teknik dimaksud, cost-affectiveness, korelasi dengan kredit yang menjadi acuan, kekuatan keuangan dari debitur/pihak penjamin, ketersediaan, kelancaran dan kemudahan dalam merealisasikan instrument mitigasi tersebut, dan lainnya.program mitigasi ini perlu tirut dipantau dan dikaji ulang secara berkala.
4.      Mengendalikan Resiko Kredit
Bank harus mentapkan dan mendorong diterapkannya pengendalian intern dan praktek-praktek yang sehat, sehingga setiap penyimpangan dari kebajikan, prosedur, limit, kewenangan atau pedoman yang pruden, dapat segera dilaporkan ke manajemen senior, yang berwenang mengawasi resiko kredit.



D.     Melaporkan Resiko Kredit dan Pengendaliannya untuk Memudahkan Pemantauan dan Pengkajian Manajemen Resiko Kredit
Informasi mengenai bobot resiko kredit dikumpulkan bersama-sama dengan bobot dari resiko lainnya, disatukan dan disusun ke dalam Matriks resiko. Matriks resiko digunakan oleh Direksi untuk memantau resiko kredit, termasuk resiko lainnya secara terintegrasi. Penggunaan angka 1 sampai 10 untuk mengukur tingkat resiko akan memudahkan pembedaan tingkat urgensi dari masing-masing resiko. Penggunaan angka ini dapat dikonversi ke ukuran tinggi, moderat atau rendah ketika melaporka profil dan matriks resiko ke Bank Indonesia.

2.4.Contoh Pengukuran risiko Kredit dalam Perbankan Islam


No. Of affirmative responses
% of total
1.      Is there a computerized support system for estimating the variability of earnings ang risk management ?
7
41,2

2.      Are credit limits for individual counterparty set and are these strictly minitored ?
16
94,1
3.      Does the bank have in place a system for managing problem loans ?
13
76,5 Dalam  pengukuran risiko dapat dilaksanakan dengan melakukan, Evaluasi secara berkala terhadap kesesuain asumsi, sumber data, dan prosedur yang digunakan untuk mengkur risiko. Dan Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko apabila terhadap perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko yang bersifat material. Hal ini dapat di ukur secara teknik yaitu garis besarnya menggunakan teknik kontemporer yang digunakan oleh lembaga keuangan yang mapan.











































































































Dalam membahas praktik manajemen risiko lembaga keuangan Islam, ada beberapa laporan jawaban afirmatif untuk pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh lembaga dalam sampel. Bisa dilihat tanggapan afirmatif untuk masalah yang berkaitan dengan proses pengukuran risiko kredit

Tabel di bawah menunjukan jumlah tanggapan afirmatif untuk beberapa masalah yang berkaitan dengan proses pengukuran risiko dan mitigasi. Sejumlah kecil bank-bank islam dalam sampel (41,2%) memiliki dukungan sistem komputerisasi untuk estimasi variabilitas laba untuk tujuan manajemen risiko. Risiko utama yang dihadapi oleh bank adalah risiko kredit. Maka, untuk mengurangi risiko ini mayoritas bank (94,1%) memilki batas kredit untuk couterparty  individu dan 13 institusi (76,5%) memiliki sistem untuk mengelola kredit bermasalah.

Pengelolaan risiko
Jika risiko-risiko yang dihadapi oleh perusahaan sudah diindentifikasi dan diukur, maka hal ini dapat masuk dalam pengelolaan risiko sebagai berikut :
1.      Membatasi Risiko (Mitigating Risk)
Membatasi risiko dilakukan dengan menetapkan limit risiko, baik untuk individual exposure maupun portfolio exposure, yang dapat diterima oleh perusahaan. Penetapan limit risiko yang dapat diterima oleh perusahaan tidak semata-mata dilakukan untuk membatasi risiko yang diserap oleh perusahaan, melainkan juga harus diarahkan kepada upaya untuk mengoptimalkan nilai bagi pemegang saham. Pendekatan tersebut terkait denagn konsekuensi modal yang muncul dari angka-angka risiko yang dihasilkan dari proses pengkuran risiko.
2.      Mengelola Risiko (managing risk)
Nilai exposure yang dimiliki oleh perusahaan dapat berubah setiap saat sebagi akibat pergerakan di berbagai faktor yang menentukan di pasar.  Hal ini, maka angka yang dihasilkan dari proses pengukuran risiko diawal akan berkurang validitasnya. Untuk itu dibutuhkan suatu proses untuk mengembalikan profil risiko. Prosesnya dapat dilakukan sebagai berikut :
·         Menyediakan buffer untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin muncul dalam hal risiko yang diambil terealisir;
·         Mengurangi/menghindari perusahaan dari kerugian total yang muncul dalam hal risiko terealisir.
3.      Monitoring risiko
Pemantauan risiko pada dasarnya adalah mekanisme yang ditunjukan untuk dapat memperoleh informasi terkini dari profil risiko perusahaan.


Download File disini

makasih udah baca ye.. semoga bermanfaat.. ;)
Share:

Sunday, December 29, 2013

PERANAN MASJID DALAM PENGEMBANGAN EKONOI ISLAM: SEBUAH KEBIJAKAN EKONOMI ZAMAN RASULULLAH

PERANAN MASJID DALAM PENGEMBANGAN EKONOI ISLAM: SEBUAH KEBIJAKAN EKONOMI ZAMAN RASULULLAH











                          


Abd Hamid Syarif
s.1014.215
Mata Kuliah:
Mikro Ekonom Islam





Ekonomi Islam Angkatan 10 tahun 2012-2013
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam TAZKIA

PERANAN MASJID DALAM PENGEMBANGAN EKONOI ISLAM: SEBUAH KEBIJAKAN EKONOMI ZAMAN RASULULLAH

Abstract
When rasulullah migrated to Madinah, upon arrival he immediately build a mosque which will be build as the center of islam. Among them: religious, economic, military, and is usedas a  warformation, etc. In economic terms,its shown with the construction of Baitul-mal as a meansmuamalah activityat that time and continued untilthe reignkhulafaurrasyidin. At that era, masque is the center of all the activity of islam. a much of policy is maked in mosque. This paperaims toreview the role ofthe optimization of the mosquewhich hasbecome the basis ofthe development of Islam.at the last of the desriptoin of this paper, the writer try to apply the policy of Rasulullah and Khalifah in this century.

Keyword: mosque, optimalization function of musque, muamalah.


BAB I
Pendahuluan

1.1     latar belakang
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah saat hijrah pertama kali ke Madinah adalah membangun masjid yang dimana akan digunakan sebagai pusat kegiatan ummat islam, salah satunya adalah kegiatan ekonomi. Pada periode madinah, tugas besar Rasulullah adalah melakukan pembinaan terhadap masyarakat muslim Madinah yang baru terbentuk. Lebih jelas lagi bahwa Rasulullah sangat memperhatikan masalah ekonomi umat Islam adalah ketika Islam telah memiliki sebuah wilayah. Seperti di madinah mrupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi. Oleh karena itu peletakann dasar-dasar sistem ekonomi yang diletakkan oleh rasulullah merupakan langkah yang sangat tepat dan signifikan sehingga islam sebagai sebuah agama yang dan negara dapat berkembang pesat dalam waktu yang relatif singkat.
Kegiatan ekonomi merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.Pada zaman pemerintahan Rasulullah, masjid digunakan sebagai pusat pemerintahan islam dan melakuakan banyak hal di masjid mulai dari kegiatan ibadah, ekonomi, politik, militer dan lainnya. Masjid merupakan sebuah tempat yang mempunyai arti penting bagi ummat muslim seluruh dunia. Kata masjidberasal bahasa arab dari akar kata سجّد – يسجّد – سجودا yang berarti tunduk, patuh, ta’at dengan penuh ta’zim dan hormat. Banyak hal dilakukan oleh rasulullah melalui masjid diantaranya: menentukan strategi perang, menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi, meberikan pendidikan agama kepada kaum muslimin dan lainnya. Di masjid pula Nabi memberi pengarahan dan instruksi kepada para tentara yang akan dikirim ke suatu tempat untuk berperang. Dari segi ekonomi, peranan masjid terlihat melalui adanya baitul mal yang dibangun oleh rasulullah lalu kemudian menghimpun harta dari orang-orang kaya lalu kemudian mendistribusikannya. Tidak hanya itu, Rasulullah juga mulai mengembangkan kota madinah dengan prinsip-prinsip ekonomi yang diambilnya.
Upaya mengentas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan sosial yang dikeluarkan Rasulullah saw Masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam, di masa Rasulullah telah difungsikan selain sebagai pusat ibadah juga sebagai pusat komando operasi militer, pemerintahan dan pusat perekonomian. Di masa ini Rasulullah, masjid dijadikan sebagai pusat penerimaan dan pendistirbusian zakat serta keuangan lainnya. 
Oleh karena itu peranan rasulullah saat itu sangat banyak yakni sebagai pimpinan masyarakat, perancang perekonomian, pemimpin politik, pimpinan militer, dll. Pada paper ini, penulis hanya akan menjelaskan mengenai optimalisasi pernan masjid dari segi muamalah (ekonomi) yang telah dipraktikkan pada zaman rasulullah sampai pada pemerintahan Khulafaurrasyidin dan bagaimana implikasinya pada zaman ini.

1.2  Rumusan Masalah
-          Model pengembangan ekonomi melalui Masjid.
-          Peranan masjid sebagai sarana dakwah ekonomi islam.
-          Model perekonomian zaman Rasulullah.
-          Kebijakan-kebijakan fiskal yang diterapkan pada zaman Rasulullah.
-          Studi kasus tentang praktik kebijakan rasulullah pada zaman ini Relevansi kebijakan rasulullah pada zaman ini.
1.3  Tujuan penelitian
Melihat begitu besarnya peranan masjid pada zaman rasulullah, penulis merasa perlu untuk sedikit mengulas tentang peranan dan optimalisasi fungsi masjid sebagai sarana pengembangan aspek kehidupan tertama dalam hal ekonomi seperti apa yang telah dipraktikkan pada zaman rasulullah dulu dan bagaimana relavansinya di zaman sekarang ini baik kebijakan maupun sistem yang telah dipraktikkan Rasulullah.

BAB II
Pembahasan

2.1              Model pengembangan ekonomi melalui Masjid.
Melihat apa yang dilakukan oleh rasulullah yakni denga mengeluarkan kebijakan Pembangunan masjid sebagai sentra kegiatan islam dalam segala aspek baik muamalah, siasah dll Merupakan salah satu bentuk atau model pembangunan ekonomi yang dicontohkan oleh rasulullah saat itu. Hal ini menjadi salah satu hal yang menarik untuk dibahas dimana masjid digunakan sebagai sentra kegiatan muamalah.
Pada dasarnya penggunaan masjid sebagai dasar pembangunan sistem ekonomi yang berbasis keislaman merupakan suatu hal yang sangat tepat untuk dilakukan. Pada zaman rasulullah masjid juga digunakan sebagai sarana pembelajaran untuk mendalami ilmu-ilmu keislaman dan menguatkan ukhwah dan jamiah islamiah diantara kaum mulimin muhajirin dan anshar pada saat itu. Jika dikorelasikan antara peranan masjid dan pengembangan ekonomi islam, maka masjid akan digunakan sebagai penguat pondasi-pondasi keislaman dan pembelajaran tentang teori-teori muamalah sebelum diterapkan di dunia rill. Masjid mempunyai fungsi yang vital dalam pembentukan karakter ekonom yang robbani sehingga sistem ekonomi yang islami tersebut bisa dijalankan secara sempurna. Dari segi perekonomian secara individu, msjid bisa digunakan sebagai sarana pengembangan pengetahuan dalam hal keislaman dan atau ekonomi secara khususnyaguna mendapatkan makna-makna muamalah secara mendalam, baik teori maupun praktiknya di dunia rill. Jika dipandang secara masal atau dalam skub kenegaraan, masjid bisa dimanfaatkan sebagai sarana diskusi slama menentukan kebijakan muamalah kenegaraan guna mendapatkan hasil yang maksimal dan untuk meminimalisir kethidak adilan dalam pengambilan kebijakan. Tentu hal ini harus ditopang denga keimanan yang kuat.
2.2              Peranan masjid sebagai sarana dakwah ekonomi islam.
Kalau disebut bahwa pada zaman nabi terdapat Negara islam, maka yang pertama kita ingat adalah kota yastrib. Kota ini kemudian berganti nama menjadi Madinat al_nabi yang kemudian popular dengan sebutan Madinah. Pada awal pembentukan Negara islam di Madinah (yastrib) oleh rasulullah SAW, hal yang pertama yang menjadi kebijakan rasulullah adalah pembangunan masjid sebagai tempat ibadah, menguatkan rasa persaudaraan dan ikatan jamaah islamiah, mendalami ajaran-ajaran islam dan sentra pengembangan dan pembangunan Negara dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan. Pemikiran Ekonomi Islam diawali sejak Nabi Muhammad saw diutus sebagai seorang Rasul (utusan Allah). Rasulullah saw mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah). Permasalahan ini menjadi salah satu pusat perhatian utama Rasulullah saw, karena merupakan pilar keimanan yang penting. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah saw bersabda, “Kemiskinan membawa orang kepada kekafiran”.
Sudah pasti, upaya mengentas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan sosial yang dikeluarkan Rasulullah saw. Lebih jelas lagi bahwa Rasulullah sangat memperhatikan perihal ekonomi umat Islam adalah ketika Islam telah memiliki sebuah wilayah, yakni Madinah. Masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam, di masa Rasulullah telah difungsikan selain sebagai pusat ibadah (ritual) juga sebagai pusat komando operasi militer, pemerintahan dan pusat perekonomian. Di masa ini Rasulullah menjadikan masjid sebagai pusat penerimaan dan pendistirbusian zakat serta keuangan lainnya.
2.3  Model perekonomian zaman Rasulullah.
Sumber Pendapatan Primer merupakan pendapatan utama bagi negara di masa Rasulullah saw adalah zakat dan ushr. Keduanya berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilar Islam. Pengeluaran untuk keduanya sudah diuraikan secara jelas dan eksplisit di dalam al-Qur’an surat at-Taubah (9) ayat 60. Dan pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum negara. Lebih jauh lagi zakat secara fundamental adalah pajak lokal.
Menurut Bukhari, Rasulullah saw berkata kepada Muadz, ketika ia mengirimnya ke Yaman sebagai pengumpul dan pemberi zakat: “…Katakalah kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk membayar zakat yang akan diambil dari orang kaya diantara mereka dan memberikannya kepada orang miskin diantara mereka.” Demikianlah pemerintah pusat berhak menerima keuntungan hanya bila terjadi surplus yang tidak dapat didistribusikan lagi kepada orang-orang yang berhak, dan ditambah kekayaan yang dikumpulkan di Madinah, ibu kota negara. Dan, pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:
1.      Benda logam yang terbuiat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya;
2.      Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya.
3.      Binatang ternak unta.
4.      Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
5.      Hasil pertanian termasuk buah-buahan, Luqta, harta benda yang ditingalkan musuh, barang temuan.
Sumber-sumber pendapatan sekunder yang menjadi sumber pendapatan negara pada zaman pemerintahan rasulullah adalah:
  1. Uang tebusan untuk para tawanan perang, hanya dalam kasus perang Badar pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang.
  2. Pinjaman-pinjaman setelah menaklukan kota Mekkah untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslim dari Judhayma atau sebelum pertempuran Hawazin 30.000 dirham (20.000 dirham menuerut Bukhari) dari Abdullah bin Rabiah dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah.
  3. Khumus atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam.
  4. Amwal Fadhla, berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggalkan tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
  5. Wakaf, harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang disebabkan Allah dan pendapatannya akan didepositkan di Baitul Maal.
  6. Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang Tabuk.
  7. Zakat fitrah, zakat yang ditarik di masa bulan Ramadhan dan dibagi sebelum sholat Idhul Fitri.
  8. Shadaqah, seperti kurban dan kaffarat.
2.4  Kebijakan-kebijakan fiskal yang diterapkan pada zaman Rasulullah.
Kota Yatsrib yang sekarang menjadi kota Madinah, dahulu mangalami masa-masa sulit sebelum Islam datang. Dakwah Rasulullah di kota Makkah mendapatkan banyak tantangan dan rintangan, kemudian Rasulullah berhijrah dari Makkah ke Madinah. Dengan kekuasaan Allah SWT dakwah Rasulullah SAW disana dimudahkan oleh Allah SWT. Langkah awal yang dilakukan Rasulullah dalam memperbaiki keadaan tersebut adalah membangun masjid, merehabilitasi kaum muhajjirin dengan mempersaudarakan mereka dengan kaum anshar, membuat konstitusi negara, dan meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Al-Qur’an yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan keadilan. Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah SAW berakar dari prinsip-prinsip Al-qur’an. Dalam Islam, kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan antara dunia dan akhirat, keduanya merupakan satu kesatuan. Begitu juga dengan kehidupan manusia, Allah SWT tidak memerintahkan manusia untuk memisahkan kehidupannya antara dunia dan akhirat.

Beberapa contoh kebijakan fiskal zaman Rasulullah.
a.       Kebijakan Pengeluaran (Government Spending)
Kegiatan yang menambah pengeluaran negara mempunyai dampak tertentu pada kehidupan sosio-ekonomi masyarakat. Berbeda dengan kitab-kitab agama lain, kitab suci al-Qur`an telah menetapkan perintah-perintah yang sangat jelas mengenai kebijakan negara tentang pengeluaran pendapatan negara. Al-Qur`an telah mentapkan suatu kebijakan pengeluaran yang luas untuk distribusi kekayaan berimbang di antara berbagai lapisan masyarakat.

Kebijakan  fiskal dan anggaran belanja dalam Islam memliki prinsip bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distrubusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama. Dari semua kitab agama masa dahulu, Al-Qur`an-lah satu-satunya kitab yang meletakkan perintah yang tepat tentang kebijakan negara mengenai pengeluaran pendapatan. Kegiatan-kegiatan yang menambah pengeluaran dan yang menarik penghasilan negara harus digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial tertentu dalam kerangka umum Hukum Islam seperti ditetapkan dalam al-Qur`an dan Sunnah.
Sejalan dengan adanya suatu perekonomian. Untuk lebih berkembangnya suatu perekonomian perlu adanya suatu kebijakan-kebijakan yang diadakan oleh pemerintah, baik itu tindakan maupun strategi supaya ekonomi yang sedang berjalan diupayakan terus maju, tanpa adanya suatu kelemahan ekonomi yang mengakibatkan terjadinya inflasi, pengangguran dan lain sebagainya. Tetapi apabila pendapatan pemerintah berkurang maka pemerintah juga harus mengurangi pengeluaran. Singkatnya orang berpandangan bahwa pemerintah haruslah menjalankan kebijakan fiskal seimbang atau anggaran belanja seimbang, yaitu pengeluaran haruslah sesuai atau sama dengan pendapatanya.
Pada masa pemerintahannya, Rasulullah menanamkan prinsip saling membantu (taawwun) terhadap kebutuhan saudaranya selama memimpin di mekah. Setelah Rasulullah di Madinah, dalam waktu yang singkat Madinah mengalami pertumbuhan yang cepat. Dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan dan organisasi, membangun intitusi-intitusi, mengarahkan urusan luar negeri, membimbing para sahabatnya dalam memimpin dan pada akhirnya melepaskan jabatanya secara penuh.
Sebagai kepala Negara yang baru terbentuk, ada beberapa hal yang segera mendapat perhatian beliau, seperti :
  1. Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya,
  2. Merehabilitasi Muhajjirin Mekkah di Madinah,
  3. Menciptakan kedamaian dalam Negara,
  4. mengeluarkan hak dan kewajiban bagi waga negaranya,
  5. membuat konstitusi Negara,
  6. menyusun system pertahanan madinah,
  7. meletakan dasar-dasar sistem keuangan Negara.
Bersamaan dengan persyariatan zakat, pemasukan lainpun mulai terlembagakan, mulai dari ghonimah perang Badar, kemudian perang-perang berikutnya. Pemasukan lainya yang dilembagakan adalah jizyah.
Rasulullah_pun mengkhususkan area untuk kemaslahatan umum, seperti tempat penggembalaan kuda-kuda perang, bahkan menentukan beberapa orang petugas untuk menjaga harta kekayaan negara seperti kekayaan hasil bumi khaibar yang dipercayakan kepada Abdullah bin Rawahah, sedangkan tugas penjagaan baitul maal dan
pendistribusiaanya di amanahkan kepada Abi Rafi’ dan bilal, sementara ternak
pembayaran zakat diamanahkan kepada salah seorang dari Bani Giffar.
Ada empat langkah yang dilakukan Nabi SAW:
  1. Peningkatan pendapatan rasional dan tingkat partisipasi kerja . Rasulullah
    melakukan kebijakan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Yang
    menyebabkan terjadinya distribusi pendapatan dari kaum Anshar ke Muhajirin yang
    berimplikasi pada peningkatan permintaan total di Madinah.
  2. Kebijakan Pajak. Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan Rasulullah saw,
    seperti kharaj, khums, dan zakat, menyebabkan terciptanya kestabilan harga dan
    mengurangi tingkat inflasi.
  3. Anggaran. Pengaturan APBN yang dilakukan Rasulullah saw secara cermat, efektif
    dan efisien, menyebabkan jarang terjadinya defisit anggaran meskipun sering
    terjadi peperangan.
  4. Kebijakan Fiskal Khusus. Rasulullah saw menerapkan beberapa kebijakan fiskal
    secara khusus untuk pengeluaran negara, yaitu: meminta bantuan kaum muslimin
    secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslimin; meminjam peralatan dari kaum non-Muslim secara cuma-cuma dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi bila terjadi kerusakan; meminjan uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada para muallaf; serta menerapkan kebijakan insentif untuk
    menjaga pengeluaran dan meningkatkan partisipasi kerja dan produksi kaum
    muslimin.

Kebijakan Anggaran Belanja
Di zaman Rasulullah saw sisi penerimaan APBN terdiri dari kharaj (sejenis pajak tanah), zakat, kums (pajak 1/5), jizya (sejenis pajak atas badan orang nonmuslim), dan penerimaan lain-lain (diantaranya kaffarah/denda). Sedangkan pengeluaran terdiri dari pengeluaran untuk kepentingan dakwah, pendidikan dan kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan belanja pegawai. Penerimaan zakat dan kums dihitung secara proporsional, berdasar prensentase, bukan nilai nominal, sehingga ia akan menstabilkan harga dan menekan inflasi ketika permintaan agregat lebih besar daripada penawaran agregat. Sistem zakat perniagaan tidak akan mempengaruhi harga dan jumlah penawaran karena zakat dihitung dari hasil usaha. Di zaman kekhalifahan begitu banyak contoh nyata pengelolaan dana rakyat yang baik di zaman Umar ibn Khattab penerimaan baitul mal mencapai 160 juta Dirham. Di sisi pengeluaran, Umar memerintahkan Amr bin Ash, gubernur Mesir, untuk membelanjakan sepertiga APBN untuk membangun infrastruktur.

b.      Kebijakan Pemasukan (Government Income)
Tidak diragukan bahwa terdapat elastisitas yang besar dalam sistem keuangan negara dan perpajakan Islam. Hal ini dapat disebabkan, karena al-Qur`an tidak menyebutkan tentang biaya yang dikenakan pada berbagai milik kaum muslimin dan juga karena sejarah administrasi keuangan Islam itu sendiri. Sejauh mengenai aspek keuangan administrasi, dapat kita lihat suatu evolusi secara berangsur-angsur, mulai dengan bujukan dan anjuran sampai pada memberlakukan kewajiban dan tugas yang dilaksanakan dengan segala kekuasaan yang dapat dimiliki masyarakat. Sistem perpajakan Islam harus menjamin bahwa hanya golongan kaya dan golongan makmur yang mempunyai kelebihanlah yang memikul beban utama perpajakan.

Kebijakan Ekonomi Zaman Modern
Di masa Nabi Rasulullah Saw kebijakan anggaran sangat sederhana dan tidak serumit sistem anggaran modern. Anggaran modern merupakan suatu campuran rumit antara rencana dan proyek yang harus dilaksanakan dimasa depan, maupun melenyapkan kesulitan dan rintangan yang terdapat pada jalan pertumbuhan ekonomi negara. Negara Islam modern harus menerima konsep anggaran modern dengan perbedaan pokok dalam hal penanganan defisit anggaran. Negara Islam dewasa ini harus mulai dengan pengeluaran yang mutlak diperlukan dan mencari jalan dengan cara-cara untuk mencapainya, baik dengan rasionalisasi struktur pajak atau dengan mengambil kredit dari sistem perbankan atau dari luar negeri. Oleh karena itu, di dalam Islam tidak mengenal pembuatan anggaran belanja negara tahunan, sebagaimana yang terdapat dalam demokrasi. Dari sinilah, maka anggaran belanja negara Islam tidak dibuat dalam bentuk tahunan, meskipun negara Islam mempunyai anggaran belanja tetap yang bab-babnya telah ditetapkan oleh syara’ mengikuti pendapatan dan pengeluaranya.
2.5  Studi kasus tentang praktik kebijakan rasulullah dan  Relevansi kebijakan rasulullah pada zaman ini.
kebijakan ekonomi yang telah diterapkan pada zaman rasulullah belum tentu bisa dilaksanakan pada zaman sekarang ini karena faktor-faktor tertentu seperti harta rampasan perang dll. Seperti halnya jizya yang digunakan sebagai salah satu instrumen kebijakan Fiskal pada zaman rasulullah. Jika diterapkan pada zaman tentu menjadi hal yang asing di telinga masyarakat karena pada praktiknya jizya merupakan upah atau pajak perlindungan bagi kaum non-muslim pada zaman itu. Lain halnya dengan zaman sekarang ini dimana terdapat kebebasan dalam setiap individu.
Akan tetapi masih banyak kebijakan fiskal yang telah dicontohkan rasulullah yang bisa kita terapkan pada zaman in seperti Zakat, Kharraj, Khums dll. Dewasa ini zakat merupakan salah satu pembahasan yang hangat dikalangan masyarakat dalam penerapannya sebagai salah satu sumber APBN yang kemudian dikaitkan dengan pajak. Di indonesia, potensi zakat yang begitu besar menjadi salah satu alasan para kaum intelek untuk membahas zakat sebagai salah satu aspek pendapatan negara. Akan tetapi potensi zakat yang begitu besar masih belum bisa dioptimalkan pengumpulannya. Sehingga jumlah zakat yang begitu besar itu hanya bisa terkumpul sekitar 30% saja.
Kebijakan rasulullah kedua yang bisa diterapkan sebagai salah satu kebijakan fiskal negara adalah Kharraj atau di indonesia disebut dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PBB ini merupakan salah satu objek pendapatan negara yang mampu menpang anggaran negara. Akan tetapi banyak kalangan memandang kebijakan islam dalam bidang fiskal dipandang sebelah mata. Masih banyak yang beranggapan bahwa islamhanya sebatas wahana spirtual saja. Akan tetapi islam sebagai agama yang bersifat universal menyangkut tetntang segala aspek kehidupan, bukan hanya ibadah dan muamalah tapi juga siyasah syariyyah dan segala karena itu  kehidupan. Oleh karena itu pndangan terhadap islam yang sempit itu harus dihilangakn dan merubah paradigma tersebut.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Jika kita melihat praktik ekonomi yang dicontohkan oleh rasulullah maka untuk mencapai hasil pengembangan ekonmi yang berbasiskan masjid harus mempunyai pemahaman yang sama tentang pentingnya peranan masjid dan tentu membutuhkan sosialisai agar bisa diteima oleh semua kalangan. Hal ini akan sangat mendukung terhadap perkembangan ekonomi islam kedepannya. Pentingnya peranan masjid ini digambarkan oleh rasulullah sesaat setelah beliau tiba di madinah yakni menentukan kebijakan pembangunan masjid yang dinamak masjid Quba sebagai sentral kegiatan islam pada zaman rasul.

Daftar pustaka

-          An- Nahbani, Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Persfektif Islam, 1996,  Risalah Gusti, Surabaya
-          Azwar Karim, Adiwarma,.Edisi III Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2004, PT. Grafindo Persada,  Jakarta
-          Azwar karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2002, The International Institute of Islamic Thought, Indonesia

Share:
PEMBACA YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN PESAN ;)

Tes iklan

Category

Contact Form

Name

Email *

Message *

Followers

SUBSCRIBE Yaa

Blue Generation (IKRH 619)

Blue Generation (IKRH 619)

Batman Begins - Diagonal Resize 2

About Me