'URF DAN SYAR'U MAN QOBLANA
KATA
PENGANTAR
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِيْ قَدَّرَ لِكُلِّ وَرَثَةٍ نَصِيْبًا مَعْلُوْمًا بِعِلْمِهِ
الْوَاسِع، وَجَعَلَ أَحْكَامَ التَّرِكَةِ مِنْ أَهَمِّ الشَّرَائِع، أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ
Syukur Alhamdulillah
dipanjatkan kehadirat Allah ‘Azza wa Jalla yang telah memberikan kita nikmat
iman dan Islam. Salawat teriring salam juga tidak lupa disampaikan kepada nabi
junjungan kita, Rasulullah SAW yang membawa risalah kepada kita untuk
kebahagian di dunia dan di akhirat.
Segala puji bagi Allah SWT, pemilik
alam semesta beserta seluruh isinya serta dan yang tidak pernah tidur dalam
mengurus makhluk-makhluk-Nya. Atas kasih sayang dan keagungan-Nya, kita masih
dapat merasakan manisnya iman dan indahnya islam sampai saat ini. Shalawat dan
salam tidak lupa kita haturkaan kepada junjungan nabi besar Muhammad Saw, juga
segenap keluarga, dan sahabat, serta para pengikut setianya hingga akhir zaman.
Usul fiqih adalah suatu ilmu yang
menguraikan tentang metode yang di pakai oleh para mujtahid dalam menggali dan
menetapkan hukum syar’I dan nash. Atau boleh di katakana usul fiqih adalah
suatu kumpulan kaidah metologis yang menjelaskan bagai seorang fiqih bagaimana
cara mengambil hokum dari dalil-dalil syara.
Karena itulah ilmu ushul fiqih
merupakan aspekpenting yang mempunyai pengaruh paling besar dalam pembentukan
pemikiran fiqih. Dengan mengkaji ilmu ini seseorang akan mengetahui
metode-metode yang di pakai oleh para imam mujtahid dalam mengambil hokum yang
kita warisi selama ini.
Ushul fiqih adalah salah satu mata
kuliah yang wajib dipelajari oleh mahasiswa di STEI Tazkia. Adapun tugas yang
saya buat ini, bukan semata-mata hanya untuk mencari nilai semata tetapi dasar
pembuatan tugas ini, yaitu memahami ushul fiqih secara lebih rinci dan detail.
Alhamdulillah, dengan izin Allah
SWT, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Pada makalah ini
kami akan membahas tentang”URF & Syar’u Man Qablana”. Semoga dengan makalah
yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna.
Maka kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suatu praktik yang berlaku umum di
tengah-tengah masyarakat (urf) di
perhitungkan sebagai salah satu sumber hukum dalam syariah. Adat kebiasaan
memberikan suatu dasar (dalil) bagi keputusan pengadilan dimana seorang hakim
mempunyai alternatif dalam menghakimi suatu perkara. Adat kebiasaan itu juga
memberikan bantuan dan bimbingan interpretasi yang menolong seorang hakim untuk
menginterpretasikan ketentuan-ketentuan hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah. Tak
dapat dipungkiri, banyak hukum-hukum dari Al-qur’an yang telah di
interpretasikan oleh ahli fiqh dengan bantuan urf dan adat kebiasaan.
Misalnya, Al-Quran menetapkan kewajiban memelihara ada pada suami. Tetapi
seberapa besar kewajiban itu tidak di jelaskan, yang kemudian ditentukan dengan
merujuk pada kebiasaan.
Ulama fiqh terdahulu membingkai
sejumlah hukum yang telah dipertimbangkan atas dasar kebiasaan yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat pada zamannya. Beberapa dari hukum-hukum itu dig anti
oleh ulama fiqh belakangan, ketika mereka menemukan bahwa kebiasaan yang mereka
dasarkan atasnya tidak ada lagi.
Sumber dan dalil hukum Islam
dikelompokkan menjadi dua yaitu yang disepakati dan yang masih dipeselisihkan
oleh para ulama yaitu salah satunya adalah Syar’u
man qablana. Nabi Muhammad SAW adalah nabiyullah yang terjaga dari dosa
baik sebelum beliau diutus menjadi rosul ataupun belum. Nabi Muhammad membawa
pesan Allah yang mengenai dua hal, yaitu tentang apa-apa yang harus diimani
(diyakini) dan apa-apa yang harus diamalkan. Beliau juga terpelihara dari sifat
jahiliyah yang menjadi budaya dalam keseharian kaum arab. Fakta ini menimbulkan
berbagai macam pertanyaan yang berkecamuk dalam diri kaum muslim saat ini. Bila
beliau adalah insan yang taat beribadah, hamba Allah yang mulia maka siapakah
yang ia teladani dalam hal ini? Siapakah atau syari’at apa yang menjadi pedoman
dalam keseharian beliau sebelum beliau diutus menjadi Rasulullah SAW? Lantas
apakah syariat-syariat tersebut harus kita jalankan? Padahal kita umat muslim
telah memiliki syariat sendiri yang disebarkan oleh ajaran Rasulullah SAW yaitu
syariat Islam. Wallahu’alam bisshowaab.
Rumusan Masalah
1. Apa
yang di maksud dengan ‘urf dan syar’u man qablana?
2. Urf
yang bagaimana yang dapat dijadikan hukum?
3. Apakah
jenis, syarat, dan hukum
berubah karena waktu dan tempat?
4. Apa
saja syariat nabi-nabi terdahulu yang dilegalisasi untuk zaman sekarang?
Tujuan Penulisan
Makalah
Adapun
tujuan ditulisnya makalah ini antara lain guna menjawab segala rumusan masalah
yang ada. Diharapkan makalah ini dapat membantu pemahaman pembaca mengenai
sumber dan dalil hukum Islam yang masih diperselisihkan, yaitu Syar’u Man
Qablana, mulai dari pengertian, macam-macam, pendapat para ulama tentangnya
hingga pengamalannya bagi umat Rasulullah SAW.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. ‘Urf
1. Pengertian Urf
Urf
menurut bahasa berarti mengetahui, kemudian dipakai dalam arti sesuatu yang
yang diketahui, dikenal, dianggap baik dan diterima oleh pikiran yang sehat
Sedangkan
menurut para ahli ushul
fiqh adalah sesuatu yang yang telah saling dikenal oleh manusia dan mereka
maenjadikan tradisi. Atau dengan kata lain ‘urf adalah sesuatu yang terjadi secara
berulang-ulang, sesudah saling diketahui, dan dijalankan masyarakat. Baik
perkataan perbuatan atau meninggalkannya.
2. Jenis-jenis
Urf
a. Urf Amaly/Fi’li (perbuatan) misalnya tradisi jual beli
yang dilakukan berdasarkan saling pengertian tanpa mengucapkan sighat (aqad)
seperti yang berlaku di pasar-pasar swalayan.
b. Urf Qauly (ucapan) misalnya orang sudah saling
mengerti terhadap kata "al walad" yang artinya mutlak anak laki-laki,
bukan perempuan. Juga kata "al-lahmu" yang berarti daging, tidak
termasuk ikan (as-samak).
Ditinjau dari segi nilainya:
Urf Shahih
(benar) adalah kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah
masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (al-Qur'an atau as-Sunnah) tidak
menghilangkan kemaslahatan dan tidak membawa mudharat bagi mereka atau dengan kata lain suatu
kebiasan yang bisa dijadikan landasan hukum.
Urf Shahih terbagi menjadi 2:
‘Urf
Am
Adalah
Urf’ yang berlaku untuk seluruh tempat sejak dahulu hingga sekarang. ‘uruf
shohih ‘am adalah suatu kebiasaan yang telah disepakati oleh setiap manusia
dimanapun dan kapanpun mereka berada. Dan ‘urf ‘am ini termasuk kategori ijma’
bahkan mempunyai status yang lebih universal dari pada ijma’. Seperti sesuatu
yang diberikan oleh laki-laki kepada wanita pinangannya berupa perhiasan dan
pakain adalah hadiah yang tidak termasuk sebagian dari maskawinnya.
‘Urf
al Khas
Adalah suatu
kebiasaan yang hanya diakui oleh satu negara, satu propinsi ataupun sekelompok
masyarakat, seperti halnya dalam masalah perniagaan atau bercocok tanam dan
lain sebagainya. Dan ‘uruf yang seperti ini ketika dijadikan landasan dari
sebuah hukum, maka status keputusnya tidaklah valid.dan hanya berlaku di tempat
dan pada masa keputusan hukum tersebut di tetapkan. Karena ‘uruf khos ini
bersifat dinamis yang selalu berubah seiring perubahan zaman. .
Urf Fasid
(rusak) adalah kebiasaan yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat yang bertentangan dengan dalil syara'. Misalnya, kebiasaan yang
berlaku di kalangan pedagang yaitu pinjam meminjam uang dengan sistem riba.
‘Urf fasid ini juga memiliki peranan
dalam riba al-fadhl, yaitu suatu
kelebihan yang dihasilkan melalui criteria syariah (yaitu pengukuran atau
berat). Dalam hukum Islam klasik, jika satu pihak menukar satu mudd gandum dengan dua mudd gandum, mereka dikatakan telah
melakukan riba al-fadhl. Tapi
sekarang, sejak gandum diukur dengan berat, maka riba al-fadhl hanya akan terjadi ketika, misalnya 5 kg gandum
ditukar dengan 8 kg gandum. Seperti itulah ulama fiqh menerjemahkan criteria
syariah dalam definisi di atas berkenaan dengan pengukuran kapasitas.
Oleh karena
itu, sah-sah saja bagi ulama-ulama masa kini melakukan rekonstruksi atau bahkan
dekonstruksi terhadap keputusan-keputusan ulama terdahulu. Mengingat tradisi
saat ini sudah jauh berbeda dengan tradisi terdahulu yang di jadikan
pertiumbangan hukum oleh ulama’ masa itu. Karena memang tidak bisa kita
pungkiri bahwa keputusan mereka selalu terkontaminasi oleh situasi dan kondisi
yang terjadi ditengan komunitasnya. Sehingga tidak menutup kemungkinan apabila
mereka hidup di tengah komunitas yang mempunyai tradisi yang berbeda dengan
kehidupan mereka sebelumnya mereka akan merekonstruksi keputusannya sendiri
agar selalu sesuai dengan konteks dimana mereka berada.
Berkaitan urf
shahih dan fasid para ulama berpendapat:
- Urf
shahih, harus dilestarikan karena membawa kemaslahatan dan tidak
bertentangan dengan syara' sesuai dengan kaidah.
- Urf fasid,
harus diberantas di masyarakat dan harus dihilangkan, karena bertentangan
dengan dalil syara' dan membawa dampak yang negati ftidak membawa manfaat
bagi masyarakat.
Sebelum kita memasuki tahapan apa
saja syarat-syarat ‘urf, mari kita ingat kembali apa saja yang menjadi tradisi
(urf) masyarakat di Indonesia.
- Pasola Sumba (Pulau
Sumba)
Ini
adalah bagian dari serangkaian upacara tradisionil yang dilakukan oleh orang
Sumba. Setiap tahun pada bulan Februari atau Maret serangkaian upacara adat
dilakukan dalam rangka memohon restu para dewa agar supaya panen tahun tersebut
berhasil dengan baik. Puncak dari serangkaian upacara adat yang dilakukan
beberapa hari sebelumnya adalah apa yang disebut pasola. Pasola adalah
‘perang-perangan’ yang dilakukan oleh dua kelompok berkuda. Setiap kelompok
teridiri atas lebih dari 100 pemuda bersenjakan tombak yang dibuat dari kayu
berdiameter kira-kira1,5 cm yang ujungnya dibiarkan tumpul.
2. Dugderan (Semarang)
Duderan adalah sebuah upacara yang menandai bahwa bulan puasa telah
datang. Dugderan dilaksanakan tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Kata Dugder,
diambil dari perpaduan bunyi dugdug, dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian
diasumsikan dengan derr.
Kegiatan
ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum dugderan, karnaval yang
diikuti oleh pasukan merahputih, drumband, pasukan pakaian adat “BHINNEKA
TUNGGAL IKA” , meriam , warak ngendok dan berbagai potensi kesenian yang ada di
Kota Semarang. Ciri Khas acara ini adalah warak Ngendok sejenis binatang rekaan
yang bertubuh kambing berkepala naga kulit sisik emas, visualisasi warak
ngendok dibuat dari kertas warna – warni. Acara ini dimulai dari jam 08.00
sampai dengan maghrib di hari yang sama juga diselenggarakan festival warak dan
Jipin Blantenan.
2.
Tabuik
(Pariaman)
Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak,
upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera
Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari
Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.
Syarat-syarat ’urf adalah :
Kaidah: محكمة العادة
yang artinya: Adat kebiasaan adalah
hakim (dapat dibenarkan hukumnya).
Kaidah ini menyatakan bahwa praktik-praktik
yang umum dan sering dilakukan ditengah-tengah masyarakat berlaku sebagai suatu
dalil syariah. Seorang hakim dapat menyandarkan keputusannya pada kebiasaan dan
tradisi disamping dalil-dalil lain, dengan syarat kebiasaan itu tidak
bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah..
Suatu kebiasaan dapat diakui
sebagai satu sumber hukum dan sebagai satu kewenangan dalam keputusan
pengadilan, ketika memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
ü
Kebiasaan itu harus merupakan kebiasaan yang paling banyak terjadi dan
merupakan tradisi umum. Tradisi sekelompok orang tidak dapat dianggap memiliki
kewenangan . misalnya, jika suatu jual-beli dilakukan disuatu kota dimana dua
atau tiga mata uang biasanya diterima dan dan akad jual-beli yang dilakukan
tidak menyaratkan mata uang tertentu, maka mata uang yang paling dominan dan
umum yang akan dipakai. Sama halnya dengan seorang pembeli, jika ia menemukan
cacat pada barang yang dibelinya , dia dapat menggunakan hak untuk mengembalikan
barang tersebut karena cacat, hanya ketika cacat barang itu diterima secara
umum sebagai cacat yang berasal dari penjual . Majallah telah menerangkan syarat ini dalam kaidah berikut:
Kaidah:
غلبت أو طردت إذا ةالعاد تعبرإنما
Hukum hanya berlaku pada kebiasaan yang
sering terjadi atau lazim secara umum.
Kaidah: در لنا لا ع أشاء للغالب العبره
Hukum didasarkan pada kebiasaan umum, dan bukan
pada sesuatu yang jarang terjadi.
ü Kebiasaan itu harus tidak bertentangan dengan
ajaran/perintah syariah. Kebiasaan itu harus tidak menyalahi prinsip-prinsip
hukm Islam. Misalnya praktik bagi-hasil panen dengan dasar satu produksi yang
tetap, lotre dan hadiah atas hutang tidak diperbolehkan, karena praktik itu
bertentangan dengan syariah.
ü Kebiasaan itu harus tidak bertentangan dengan
syarat suatu kesepakatan. Jika terjadi pertentangan, kesepakatanlah yang akan
menang dan bukan kebiasaan. Misalnya, biaya registrasi formal dalam jual beli
barang biasanya di bayar oleh pembeli. Tapi jika ada syarat dalam kontrak bahwa
pihak penjual yang menanggung biayanya, maka pihak pembeli tidak diminta untuk
membayar biaya registrasi itu.
Syar’u Man Qablana
Yang harus dibahas dalam Syar’u Man qablana: - Definisinya
-
Dasar
hukum
-
Pembagian
Syar’u man qablana.
Definisi Syar’u Man
Qablana
Syar ‘u man qablana :
ialah syari ‘at yang diturunkan Allah kepada umat sebelum ummat Nabi Muhammad
SAW, yaitu ajaran agama sebelum datangnya ajaran agama Islam melalui perantara nabi Muhammad SAW, seperti ajaran agama Nabi
Musa, Isa, Ibrahim, dan lain-lain.
Pembagian Syar’u Man
Qablana
Syar’u
Man Qablana dibagi menjadi dua bagian. Pertama, setiap hukum syariat dari umat
terdahulu namun tidak disebutkan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Ulama’ sepakat
bahwa macam pertama ini jelas tidak termasuk syariat kita. Kedua, setiap hukum
syariat dari umat terdahulu namun disebutkan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.
Pembagian kedua ini diklasifikasi menjadi tiga:
1. Dinasakh
syariat kita (syariat islam). Tidak termasuk syariat kita menurut kesepakatan
semua ulama. Contoh : Pada syari’at nabi Musa As. Pakaian yang terkena najis
tidak suci. Kecuali dipotong apa yang kena najis itu.
2. Dianggap
syariat kita melalui al-Qur’an dan al-Sunnah. Ini termasuk syariat kita atas
kesepakatan ulama. Contoh : Perintah menjalankan puasa.
Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah 183:
يا
يها الذين امنواكتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
Artinya:
“Hai orang-orang yang briman, dai wajibkan atas kamu brpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” .(QS. Al-baqarah:
183)
3. Tidak
ada penegasan dari syariat kita apakah dinaskh atau dianggap sebagai syariat
kita. Dalam hal ini banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama yang
cenderung mengatakan bahwa jika hukum tersebut shohih dapat kita amalkan,
karena secara tidak langsung hukum terdahulu tidak terhapus, itu berarti juga
tetap menjadi syariat umat terdahulu yang berlaku bagi kita umat Islam. Seperti
halnya diamnya Rosulullah atas suatu perkara, tidak membenarkan tidak pula
menyalahkan (Taqririyah)
Contoh dalam
surat Al-Maidah ayat 32
من اجل ذللك كتبنا على بني اسراءيل انه من
قتل نفسا بغيرنفس او فساد فى الارض فكا نما قتل الناس جميعا ومن احيا ها فكانما
احيا النا
س جميعا ولقد جاء تهم رسلنا بالبينت ثم ان كثيرا منهم بعد ذللك فى الارض لمسرفون
Artinya:
“Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa barang siapa membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh orang lain) atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.”( Al-Maidah ayat 32)
“Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa barang siapa membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh orang lain) atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.”( Al-Maidah ayat 32)
Pendapat Para ulama’
Tentang Syar’u Man Qablana
Para
ulama Ushul Fiqh sepakat bahwa syariat para nabi terdahulu yang tidak tercantum
dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, tidak berlaku lagi bagi umat Islam,
karena kedatangan syariat Islam telah mengakhiri berlakunya syariat-syariat
terdahulu. Demikian pula para ulama Ushul Fiqh sepakat, bahwa syariat sebelum
Islam yang dicantumkan dalam Al-Qur’qn adalah berlaku bagi umat Islam bilamana
ada ketegasan bahwa syariat itu berlaku bagi umat Nabi Muhammad SAW., namun
keberlakuannya itu bukan karena kedudukannya sebagai syariat sebelum Islam
tetapi karena ditetapkan oleh Al-Qur’an. Misalnya kewajiban untuk berpuasa
dibulan Ramadhan.
v Menurut
kalangan Hanafiyah, Malikiyah, mayoritas kalangan Syafi’iyah, dan salah satu
riwayat dari Ahmad bin Hanbal Mereka menganggap bahwa hal itu tergolong hukum
syara’ dan termasuk sumber pokok yang berdiri sendiri.
Hukum-hukum seperti itu
berlaku bagi umat Islam. Alasannya:
1. Sebab
menurut hukum asal syari’at-syari’at samawi merupakan satu kesatuan,
sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Dia telah
mensyariatkan bagi kamu tentang agma apa yang telah di wasiatkan-Nya kepada Nuh
dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu
2. Selain
itu, terdapat beberapa ayat yang menyuruh mengikuti para nabi terdahulu, antara
lain:
Dalam
firman Allah:
ثم
اوحينا اليك ان اتبع ملة ابر هىم حنيفا وماكا ن من المشر كين
Kemudian kami
wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang
hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
(QS: an-nahl: 123 )
Firman
Allah:
وكتبنا عليكم فيها ان النفس بالنفس والعين
بالعين ولانف بالانف ولاذن بالاذن والسنبالسن والجروح قصاص فمن تصدق به فهو كفارة
له ومن لم يحكم بما انزل الله فاولئك هم الظلمو
“Dan kami Telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya
(At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung
dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun)
ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak
itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang
zalim” (QS: al-maidah: 45)
,
Abdul
Wahhab Khallaf dalam bukunya ‘Ilmu Ushul al-Fiqh menjelaskan, bahwa yang
terkuat dari dua pendapat tersebut adalah pendapat yang pertama diatas.
Alasannya, bahwa syariat Islam hanya membatalkan hukum yang kebetulan berbeda
dengan syariat Islam. Oleh karena itu, segala hukum-hukumsyariat para nabi
terdahulu yang disebut dalam Al-Qur’an tanpa ada ketegasan bahwa hukum-hukum
itu telah dinasakh (dihapuskan), maka hukum-hukum itu berlaku bagi umat Nabi
Mumammad SAW.
v Pendapat
jumhur ulama’
Bahwa hal itu tidak bisa dianggap sebagai hukum
syara’. Sebab hukum asal mengenai syariat umat terdahulu yang bersifat tafsily.
Bukanlah hukum yang bersifat universal(umum) yang patut di terapkan untuk
setiap waktu dan tempat. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Artinya: “setiap
nabi di utus khusus untuk kaumnya, sedangkan aku di utus untuk seluruh
umat manusia”
Keterangan
tentang keharusan mengikuti ajaran para nabi dan dan kesatuan syariat samawi
hanyalah terbatas pada masalah yang menyangkut dasar-dasar agama (ushuluddin)
seperti pengesaan tuhan, iman kepada malaikat, hari akhir, dan hari
bangkit.
ü Setiap
perkara yang di tetapkan alquran dan hadis sebagai hukum syar’i yang berlaku
khusus untuk sebagian umat terdahulu, pastilah di dukung oleh dalil yang
menunjukkan kekhususan itu
Seperti firman Allah:
وعلى الذين ها دوا حرمنا
كل ذي ظفر ومن البقرو الغنم حر منا عليهم شحو مهما الا ما حملت ظهورهما او
الحوايااوما اختلط بعظم ذلك جزينهم ببغيهم وانا لصد قون
Artinya
“ Dan kepada
orang-orang Yahudi, kami haramkan segala binatang yang berkuku dan dari sapi
dan domba, kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain
lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau
yang bercampur dengan tulang. Demikianlah kami hukum mereka disebabkan
kedurhakaan mereka; dan Sesungguhnya kami adalah Maha benar. (QS.
Al-an’am :146)
ü Atau ada dalil yang yang menunjukkan
tetap berlakunya ketentuan hokum tersebut yang bersifat universal (umum) untuk
segala zaman. Seperti ayat tentang qishas. Nash disini di perkuat dengan sabda
nabi Muhammad SAW:
Artinya:
“ jiwa yang terbunuh dibalas dengan jiwa”
Menurut
para ulama Mu’tazilah, Syi’ah, sebagian kalangan Syafi’iyah, dan salah satu
pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, syariat sebelum Islam yang disebut dalam
Al-Qur’an,tidak menjadi syariat bagi umat Nabi Muhammad SAW. kecuali ada
ketegasan untuk itu. Diantara alas an mereka terdapat dalam Al-Qur’an surah
al-Maidah ayat 48
“Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran
dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab
(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap kitab-kitab yang lain
itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang
Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], kami berikan
aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah
kamu perselisihkan itu,”
Pendapat Mengenai
Pengamalan Syar’u Man Qoblana
Apakah syariat nabi-nabi terdahulu masih terpakai atau wajib hukumnya diamalkan pada masa kenabian Muhammad SAW dan umatnya? Dari pertanyaan diatas dapat disimpulkan bahwa apabila syariat nabi-nabi sebelumnya ditegaskan kembali dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits seperti Aqidah (beriman pada Allah dan tidak meyekutukannya), puasa, zina, pencurian, dan hukum-hukum lainnya, maka secara otomatis hukum tersebut wajib kita amalkan juga (kita: umat muslim).
Akan
tetapi bila tidak terdapat pada nash atau bahkan dihapuskan dan diganti dengan
hukum baru yang terdapat dalam nash Al-Qur’an maka kita tidak boleh mengamalkan
syariat nabi terdahulu karena telah diganti oleh hukum Islam, seperti hukum
mengenai penebusan dosa yang dilakukan oleh umat nabi Musa, bahwa tidak akan
terampuni dosa seorang hamba kecuali dengan penebusan nyawanya sendiri (bunuh
diri) sedang dalam syari’at Islam jelas haram hukumnya bunuh diri, dan cara
menebus suatu kesalahan adalah dengan taubatannasuha pada Allah SWT.
Bab
III
PENUTUP
kesimpulan
Urf adalah sesuatu yang yang telah
saling dikenal oleh manusia dan mereka maenjadikan tradisi. Atau dengan kata
lain ‘urf adalah
sesuatu yang
terjadi secara berulang-ulang. Dan di dalam hal ini urf yang di perbolehkan adalah urf Urf Shahih (benar) yaitu kebiasaan yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (al-Qur'an atau
as-Sunnah) tidak menghilangkan kemaslahatan dan tidak membawa mudharat.
Syar ‘u man qablana : ialah syari ‘at yang diturunkan Allah kepada
umat sebelum ummat Nabi Muhammad SAW, yaitu ajaran agama sebelum datangnya
ajaran agama Islam melalui perantara
nabi Muhammad SAW
0 comments:
Post a Comment